SAMARINDA,IAINNEWS,- Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda sebagai satu-satunya Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara tentu saja mempunyai amanah yang sangat besar untuk membangun pendidikan islam di dua provinsi tersebut. Masyarakat tentu saja berharap dan hanya bergantung dari IAIN Samarinda jika bicara soal pendidikan islam. Harapan masyarakat Kaltim dan Kaltara yang begitu besar ini tentu saja adalah tantangan bagi IAIN Samarinda bagaimana IAIN Samarinda mampu menyelenggarakan pendidikan islam, mencetak generasi muslim yang nantinya bakal terjun kemasyarakat sebagai aktor-aktor pendidikan islam. Oleh karenanya IAIN Samarinda terus berbenah dan tetap berkomitmen memberikan layanan terbaiknya kepada para mahasiswa salasatunya adalah dengan menyelenggarakan pendidikan pesantren mahasiswa.
Pendidikan di IAN Samarinda menawarkan dua kecakapan pokok yang harus dikuasasi oleh setiap mahasiswanya atau yang biasa disebut dengan hardskill dan softskill. Hardskill merupakan kecakapan yang dapat diperoleh mahasiswa pada saat berada di bangku kuliah. Sudah jelas hardskill merupakan tuntutan bagi mahasiswa yang mencari ilmu supaya mendapatkan ilmu sesuai dengan bidang yang diminati. Namun, Hardskill tentunya tidaklah cukup untuk mengantarkan mahasiswa tersebut benar- benar menjadi agent of change apabila tidak ditunjang oleh softskill yang juga mumpuni dikarenakan akan terjadi kesenjangan sosial nantinya apabila mahasiswa tersebut tidak mampu bermasyarakat.
Pesantren Kampus IAIN Samarinda menawarkan softskill bagi setiap mahasiswa yang tidak ditawarkan dalam perguruan tinggi lain, khususnya diwilayah Kaltim-Kaltara. Misalnya setiap mahasiswa wajib memiliki keterampilan bahasa arab dan bahasa inggris, ibadah-ibadah yang sifatnya maghdlah dan ghairu maghdlah (mempimpin tahlilan, fardlu kifayah, ceramah, kultum, khotbah, yasinan, kajian-kajian kitab kuning, majlis ta’lim, bimbingan manasik haji dll). Keterampilan itulah yang ditawarkan oleh pesantren kampus guna menjawab tantangan masyarakat ketika nanti mahasiswa benar-benar sudah menjadi anggota masyarakat yang sesungguhnya.
Mahasiswa merupakan salah satu anggota dari kaum intelektual yang mana dalam perkembangannya dituntut untuk menjadi agen perubahan baik berupa perubahan pada diri sendiri maupun perubahan untuk orang lain dan lingkungan yang tentunya perubahan tersebut menuju ke jalan yang lebih baik.
Maka dari itu, diperlukan suatu paradigma maupun regulasi baru guna mengembalikan citra mahasiswa ditengah-tengah masyarakat. Paradigma maupun regulasi ini dapat berupa aturan yang mengikat ataupun berupa system baru yang harus diterapkan kedalam kehidupan mahasiswa baik di dalam kampus maupun diluar kampus. Dengan adanya paradigma baru ini, diharapkan mahasiswa mampu mengembalikan citranya kepada masyarakat bahwa mahasiswa benar- benar merupakan agent of change.
Oleh karena itu, muncul sebuah ide untuk mendeklarasikan sebuah system baru yakni dengan cara menempatkan mahasiswa pada sebuah asrama atau pondok pesantren mahasiswa. Terkait dengan hal tersebut, tentunya diperlukan sebuah aturan – aturan yang mengikat bagi mahasiswa yang sekaligus berstatus santri . Hal ini perlu dilakukan guna menyelaraskan antara kegiatan kemahasiswaan dengan kegiatan kepesantrenan yang tidak lain tujuannya adalah untuk menciptakan mahasiswa yang memiliki kepribadian dengan karakter teguh dan kokoh namun cerdas dalam segala kondisi lingkungannya. Am-humas
Oleh: Akhmad Muadin (Dosen FTIK IAIN Samarinda)