Menjadi UIN Unggul Bersama, UINSI Samarinda Gandeng UIN Alauddin Makassar

Berita, Mahasiswa1,164 views

SAMARINDA, UINSI NEWS,- Penandatanganan Memorandum of Understanding antara UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda dengan UIN Alauddin Makassar di Aula Lt. 3 Rektorat, Kampus II Jl. H.A.M. RIfaddin, Samarinda Seberang. Senin (21/2/2022).

Kuliah Umum dengan tema “Bid’ah dalam Perspektif Salafi dan Realitas Sejarah” berlangsung di ruang yang sama dengan narasumber dari Wakil Direktur Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, Dr. H. Andi Aderus, Lc., M.A. Pada kesempatan itu, beliau sampaikan 3 slogan yang menjadi pegangan Salafi.

“Slogan Salafi setidaknya ada 3. Pertama, kembali kepada Al-Qur’an. Kedua, kembali pada sunnah Rasulullah saw. Ketiga, semua yang baru selain yang dilakukan oleh Rasulullah saw. adalah bid’ah,” ungkapnya.

“Sebagai mahasiswa, kita mesti rajin mendengar dan mengambil yang terbaik. Jangan hanya menerima doktrin-doktrin saja, gunakan nikmat akal yang telah Allah berikan untuk berpikir dan menerima yang baik,” imbuhnya.

“Slogan kembali ke Al-Qur’an itu indah, namun bagaimana caranya? sebagian mengatakan tidak perlu bermazhab, bila ada permasalahan langsung saja kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah. Namun, pertanyaannya apakah kita sudah memahami ushul fiqh, mana mujmal mana tafsiri, apakah sudah paham taqdim wa takhir, dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah harus memahami cara dan ilmunya,” kata Pak Wadir.

Dr. Andi juga menjelaskan bid’ah dalam realitas sejarah bahwa terminologi bid’ah dipakai dalam masalah yang baik dan buruk. Sedangkan, di abad ke-18 ini bid’ah dipersempit kepada dhalalah.

Mahasiswa menyambut materi dengan antusias. Salah seorang mahasiswa, Busronul Karim dari program studi IAT menyampaikan rasa ingin tahunya pada sesi tanya jawab.

“Bagaimana konteks bid’ah tersebut? Sebagai contoh seperti tahlilan dan ziarah kubur, bagaimana cara kita untuk menyampaikan kepada warga masyarakat yang memahami demikian?” tanya Busron.

“Da’i harus memahami mad’u nya, disetiap tempat ada ungkapan yang sesuai. Dakwah awalnya mesti dari bil hikmah. Seandainya dakwah yang dilakukan itu dengan konsep yang mudah menjustifikasi halal haram, pasti islamisasi di Indonesia tidak akan berlangsung dengan baik seperti sekarang. Tahlil bentuknya adalah kebaikan-kebaikan, tadrisi itu sudah berubah dengan mengikuti syari’at dan disampaikan dengan halus untuk bisa diterima dengan baik oleh masyarakat,” jawab Dr. Andi.

Terpantau media, Ibnu Khaldun, M.IRKH. dosen FUAD UINSI Samarinda bertindak sebagai moderator dan menyimpulkan bahwa agar dakwah diterima dengan baik maka harus disampaikan dengan baik dan bid’ah dapat ditanggapi dengan baik tanpa harus melalui jalan kekerasan dan pemaksaan pemahaman. (humas/rh/ns).