SAMARINDA, IAINNEWS,- Untuk memberikan pengetahuan tentang tantangan pendidikan terkini kepada mahasiswanya, Program Studi (Prodi) Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda kembali menggelar seminar nasional dengan tema Pendidikan Era Millenium.
Seminar Nasional yang diikuti seluruh mahasiswa FTIK dari berbagai tingkat semester ini berlangsung sangat kondusif. Dari pantauan media ini tidak kurang dari 700 mahasiswa dan mahasiswi bergabung dalam seminar nasional yang dihelat Sabtu pagi (18/2/2017) di Auditorium Kampus I IAIN Samarinda Jalan Abul Hasan No. 3 Samarinda.
Para narasumber dalam seminar nasional ini telah lama malang melintang sebagai praktisi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Mereka adalah Dr. Hj. Ema Marhumah, M.Pd dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr. Aninditya Sri Nugraheni dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Dr. Zurqoni, M.Ag Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga IAIN Samarinda.
Ke tiga narasumber dari dua institusi itu membahas tantangan pendidikan di era millennium. Salah satu hal yang cukup menarik disampaikan Dr. Hj. Ema Marhumah, M.Pd dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, menurutnya di era millennium seperti saat ini pendidikan multikultural sangat diperlukan bagi peserta didik. Hal itu mengingat persaingan global mulai sangat terasa di tengah-tengah masyarakat.
“Indonesia jangan sampai kalah dalam pengembangan teknologi ataupun inovasi karena kalau tidak, negara ini akan dicap sebagai negara yang ‘gagal’,” ungkap Dr. Hj. Ema Marhumah, M.Pd.
Untuk itu Dr. Hj. Ema Marhumah, M.Pd berpendapat bahwa setiap pemangku kebijakan maupun para praktisi pendidikan harus mampu merefleksi diri untuk mempersiapkan generasi yang akan datang sejak usia dini. Itulah salah satu urgensi dari pendidikan multi kultural bagi anak usia dini sebagai pengembangan dari pendidikan Soft Skill.
Lebih jelas Dr. Hj. Ema Marhumah, M.Pd yang juga merupakan wakil dekan II FTIK UIN Sunan Kalijaga itu menyatakan bahwa Pendidikan multikultural secara definisi menunjukkan arti bahwa pendidikan yang memberikan kesadaran bagi peserta didik akan pentingnya memahami berbagai perbedaan baik dari aspek etnisitas, ras, kultur, agama maupun jenis kelamin.
Masih menurutnya, jika dilihat dalam sejarah perkembangan pendidikan multikulural di Indonesia, sebetulnya dalam realitas berbangsa maka kita bisa menengok Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, etnis, dan budaya yang ada di Indonesia . Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis yang menggunakan tidak kurang dari 300 dialek, memiliki banyak suku bangsa, maka jika dilihat dari situlah sebetulnya Indonesia dianggap Negara yang rawan konflik dan multicultural.
“Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam melihat Indonesia sebagai negara yang patut menganut pendidikan multikultural adalah bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini adalah negara yang mempunyai multi agama. Maka yang demikian itu Indonesia dapat dikatakan sebagai Negara yang rawan terhadap disintegrasi bangsa, banyak gejala disintegrasi bangsa yang akhir akhir ini melibatkan agama sebagai faktor penyebabnya,” pungkasnya.
Seminar nasional yang diselenggarakan atas kerja nyata para civitas akademika FTIK ini juga dirangkai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda.#Tamam