SAMARINDA, IAIN NEWS,- Melalui Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Hukum Keluarga (HK) Fakultas Syariah (Fasya) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda kembali menggelar Webinar Ilmu Falak yang ketiga dengan tema “Dinamika dan Ragam Metode Ormas dalam Penetapan Awal Ramadhan dan Awal Syawal”.
Acara yang digelar secara online melalui Zoom Meeting pada 1 April 2021 lalu itu menghadirkan Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, M.Sc. selaku Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional sekaligus Pakar Falak yang sangat populer di Indonesia. Diikuti oleh Dekan Fasya dan para Wakil Dekan, utusan Kanwil Kementerian Agama Kaltim, Pengadilan Agama, serta beberapa perwakilan Ormas dan Mahasiswa Fasya IAIN Samarinda.
Prof. Thomas menjelaskan bahwa dalam penentuan awal Ramadhan dan awal Syawal, Kementerian Agama RI bersama anggota tim Badan Hisab Rukyat melakukan penelitian hisab rukyat secara rutin.
“Rukyat yang digunakan ialah rukyatul hilal, dimana Rasul memberi contoh terkait rukyat ini, dan secara astronomi rukyatul hilal sangat beralasan. Rukyatul hilal merupakan masalah kontras antara cahaya hilal yang sangat tipis dan redup dengan cahaya syafak (cahaya senja) yang masih cukup terang,” pungkasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan untuk memudahkan kegiatan penelitian ini maka penggunaan alat teleskop sebagai alat bantu rukyat sangat dibutuhkan, lantaran rukyat memerlukan verifikasi yang mendetail untuk menghindari kemungkinan rukyat keliru dan hisab tidak bisa menentukan masuknya awal bulan tanpa adanya kriteria.
”Ada dua kriteria yang digunakan, yang Kriteria Optimistik vs Optimalistik dan yang kedua Kriteria Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS). Kriteria tidak boleh diadopsi secara sepihak apabila ingin adanya persatuan, dan harus ada otoritas tunggal yang berwenang untuk menentukannya,” jelasnya.
Menurut Pakar Falak tersebut, terjadinya perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal disebabkan adanya perbedaan kriteria antar Ormas.
“Penyebab sering terjadinya perbedaan dalam memulai dan mengakhiri bulan Ramadhan dan Syawal di Indonesia adalah karena adanya perbedaan kriteria dalam penentuan awal bulan tersebut, jika ormas NU mengadopsi kriteria Imkanur Rukyah yang juga digunakan oleh pemerintah, maka Ormas Muhammadiyah Menggunakan kriteria Wujudul Hilal yang berbasis murni hisab,” papar dia.
Terakhir, ia berharap nantinya akan adakriteria baru yang dapat menyatukan antarsatu dengan lainnya agar dapat diterima oleh semua pihak, sehingga persatuan Kalender Hijriah di Indonesia segera akan terwujud. (humas/rh/id)
