Skip to content

Kampus Merdeka Bebas Kekerasan Seksual, PSGA UINSI Samarinda Selenggarakan Webinar Virtual

Webinar bertema “Kampus Merdeka, Bebas Kekerasan Seksual” diselenggarakan oleh Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda melalui aplikasi zoom dan live streaming YouTube. Menghadirkan 2 narasumber dari Rumah Perempuan dan Anak Kota Lampung Ibu Dr. Mufliha Wijayanti, M.Si. dan Ketua Unit Layanan Terpadu SETARA Ibu Ningsih Fadhilah, M.Pd. Kamis (21/11/2021).

Webinar siang itu dibuka oleh Ketua LPPM UIN Samarinda Alfitri, M.Ag., LL.M., Ph.D. Dihadiri oleh mahasiswa UIN Samarinda, UIN Raden Fatah Palembang, Non Government Organization (NGO), siswa SMA, dan Komunitas Perempuan.

“Harapan saya kedepannya, Kampus dapat menjadi ruang yang aman dari kekerasan seksual dan menjadi bagian dalam mendukung disahkannya SK Rektor tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Kampus,” tutur Dr. Alfitri.

Sebagai Plt. Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Samarinda, Diajeng Laily Hidayati, M.Si. yang akrab disapa Mrs. Ajeng itu mengatakan bahwa kegiatan itu menjadi jembatan sosialisasi kebijakan pencegahan kekerasan seksual kepada para mahasiswa dan masyarakat.

“Webinar ini dilaksanakan sebagai salah satu agenda besar untuk mensosialisasikan draft Peraturan Rektor terkait Panduan Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di UINSI Samarinda”, ungkapnya.

Ningsih Fadhilah, M.Pd. di sesi diskusi mengatakan bahwa SK Rektor utu sebagai landasan protektif dalam penanggulangan kekerasan seksual.

Lebih lanjut, Dr. Mufliha Wijayanti, M.Si. menuturkan bahwa SK Rektor ini sebagai bagian dari jembatan penegakkan kemanusiaan dan harus terus dikawal.

“SK Rektor tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus itu bagian dari jembatan penegakkan kemanusiaan dalam ranah akademik dan political will, karena itu harus dikawal sepanjang hayat dan dikandung badan,” ujarnya.

Sebagai penutup, Ningsih Fadhilah menjelaskan bahwa Kampus adalah rumah yang cepat tanggap dalam menanggulangi kekerasan seksual di Kampus.

“Mari wujudkan bersama Kampus Responsive Gender “Zero Tolerance” pada kekerasan terhadap perempuan dan tidak adanya toleransi bagi pelaku kekerasan seksual. Untuk itu, Kampus dapat menyediakan wadah untuk melindungi dan membantu dalam penanggulangan kekerasan seksual dalam kampus. Dukungan terhadap kerja penanganan perlindungan dan pemulihan korban kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender perlu dilakukan oleh seluruh sivitas akademika di Perguruan Tinggi,” tutupnya. (humas/psga/rh).

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»