Skip to content

UINSI Samarinda Gandeng IAIN Fattahul Muluk Gelar Training of Trainer Moderasi

SAMARINDA, UINSI NEWS,- Tanamkan Jiwa Moderasi, UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda gelar Training of Trainer “Moderasi Beragama bagi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda” dan Memorandum of Understanding antara Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda dan Institut Agama Islam Negeri Fattahul Muluk Jayapura Papua, dilaksanakan di Aula Lt. 3 Rektorat Kampus II UINSI Samarinda. Senin (6/12/2021).

Prof. Ilyasin dalam sambutannya pagi itu sampaikan optimisme untuk berusaha agar bisa mencapai hasil yang luar biasa.

“Kita harus memiliki optimis yang tinggi, kalau kita berjuang sungguh kita pasti bisa. If you want, you can. Man jadda wa jada. Banyak orang mengira kalau mengetahui saja itu sudah cukup, padahal yang lebih penting adalah melakukan. Oleh karena itu, UINSI Samarinda berkat rahmat Allah dan kerjasama dan sama-sama kerja berhasil meraih prestasi luar biasa dengan kerja yang ikhlas, cerdas, tuntas,” ungkapnya.

Rektor IAIN Fattahul Muluk, Prof. Dr. H. Idrus Alhamid, S.Ag., M.SI. berikan pemahaman bahwa hijrah dalam konsep moderasi beragama bukan hal-hal yang bersifat ritual tetapi spiritual yang membangun relasi seimbang vertikal-horizontal.

“Kita kadang mengerti kalau hijrah itu perubahan dari tatanan yang lama ke yang baru. Pada saat kita mengatakan bahwa moderasi adalah cara berpikir dan bertindak, itu tidak membahayakan hablum minannas untuk khoirunnas karena tidak menciderasi orang lain. Dalam konteks hari ini, agama justru dianggap sebagai sesuatu yang paten dan problem kita ma’ul fiqhiyah sehingga terlihat kalau moderat lawannya ekstrem,” ungkapnya.

“Berbeda itu bukan masalah, kita tidak bisa menjadikan perbedaan adalah masalah karena Allah sendiri juga sudah mengatakan bahwa perbedaan itu untuk saling mengenal. Radikalisme dalam agama itu boleh? Boleh, tapi yang substantif. Masalahnya kita terjebak dan terlalu mempermasalahkan radikalisme yang simbolik, ritual. Berbeda jika itu sifatnya spiritual, nilai-nilai yang diilhami sebagai sarana mendapatkan ridho Allah,” kata Guru Besar yang akrab dipanggil Habib itu.

“Cara pandang moderat itu melihat dari berbagai peluang, menyingkirkan perbedaan yang sifatnya teologi karena itu ragam pesona, dan perbedaan itu sendiri kalau disikapi keras tidak ada habisnya. Di Negara kita ada ideologi yang mengikat perbedaan dan moderasi itu sendiri adalah tawassuth, tolerance of diversity, bhinneka tunggal ika, dan itu dasar, maka teguhlah dan jagalah itu,” tutupnya. (humas/rh).

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»