Talk Show yang merupakan rangkaian kegiatan dari program Berkah Ramadhan 1443 H UINSI Samarinda ini memasuki episode ke-2. Setelah sebelumnya mengikuti kajian oleh Ustadz Amirullah, M.Ud., kali ini Mahasantri Ma’had Al-Jami’ah UINSI Samarinda mengikuti kajian bersama Ustadz Syatria di Masjid SAM Sulaiman, Minggu (10/4).
Dilaksanakan dengan nuansa kolaborasi antara budaya akademik dan kepesantrenan, Talk Show ini diharapkan bisa membentuk karakter mahasantri agar memiliki jiwa spiritualitas, intelektualitas, dan profesionalitas.
Mengangkat tema “Self-Capacity di Bulan Suci: Fahami Diri, Tingkatkan Potensi, Maksimalkan Sinergi Bersama UINSI”, Ustadz Syatria memulai kajiannya dengan membahas tentang resilien.
Resilien adalah kemampuan untuk menghadapi keadaan apapun,beradaptasi terhadap perubahan, melihat sisi positif dari suatu masalah, menguatkan diri dalam menghadapi tekanan, cenderung bangkit kembali setelah mengalami kesulitan, meraih tujuan meskipun ada rintangan, berkonsentrasi dibawah tekanan, tidak mudah takut dengan kegagalan, optimis, dan bisa mengatasi perasaan yang tidak menyenangkan.
Pada kesempatan tersebut, Ustadz Syatria sebutkan bahwa hidup selalu memiliki kesulitan dan rintangan. Menurutnya, untuk dapat mengatasi kesulitan dalam hidup, mahasiswa perlu meningkatkan resiliensi mereka.
“Jangan sampai kita menjadi overthinking. Overthingking terjadi karena kita berpikir yang tidak perlu, berpikir yang tidak tepat, dan berpikir terlalu banyak,” jelasnya.
Dosen Psikologi ini juga jelaskan pentingnya untuk memahami diri dan potensi diri. Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri dapat mempengaruhi tingkah laku dan keputusan yang diambil. Konsep memahami diri ini secara detail terbagi menjadi self-perception (sikap, kesadaran, penerimaan, dan tindakan), self-esteem (emosi, tujuan, nilai-nilai, dan kepercayaan diri), self- regulation, self-care, dan self-love.
Konsep memahami diri sendiri dan resiliensi ini bisa dikaitkan dengan Q.S. Ar-Ra’d Ayat 11, ‘Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri’.
Individu yang resilien memiliki kriteria seperti kestabilan emosi, empati, kemampuan mengendalikan diri, kemampuan merasakan sesuatu hal yang berhasil dicapai, optimis, kemampuan mengenali permasalahan, dan self-efficacy.
Dorongan resiliensi dalam Islam juga tercantum pada Q.S. Al-Baqarah Ayat 214, Ayat 155-156, dan Ayat 286.
Pada kesempatan tersebut, Ustadz Syatria juga jelaskan bahwa manusia memiliki jasmani dan ruhani. Kedua hal ini memiliki kebutuhan yang berbeda dan hendaknya manusia tidak hanya memenuhi kebutuhan jasmani nya saja, tapi juga ruhaninya.
“Self-method on Islam, metode pembersihan hati melalui tiga tahap, yaitu Takhalli, Tahalli, Tajalli. Takhalli adalah mengosongkan diri dari segala sifat-sifat yang kotor yang menutup cahaya ruhani. Tahalli artinya mengisi dan menghiasi diri dengan sifat-sifat yang mulai. Kemudian, Tajalli berarti mengisi dan menghiasi diri dengan sifat-sifat yang mulai,” jelasnya.
Diakhir tausiahnya, Ustadz Syatria ingatkan para Mahasantri untuk meluruskan niat dan melembutkan hati untuk selalu berhusnuzun kepada Allah Swt. Selain itu, ia juga mengajak agar selalu menjaga kesehatan jasmani dan ruhani untuk meraih prestasi juga bahagia dunia dan ukhrawi.
(Humas, Ns)