Bahas Islam, State, and Constitution, HTN Fakultas Syariah Selenggarakan Konferensi Internasional

Berita1,070 views

SAMARINDA, UINSI NEWS,- Program Studi Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Syariah (FASYA) selenggarakan Seminar Internasional, The Second Internasional Conference on Siyasah dengan tema “Islam, State, and Constitution: Reconciling The Debate Between Secular and Religious State”, Kamis (30/6).

Konferensi yang dibawakan dalam bahasa Inggris ini dibuka langsung oleh Dekan FASYA, Dr. Bambang Iswanto, M.H.

Dalam sambutannya, Dr. Bambang ucapkan terima kasih dan apresiasi kepada para peserta yang mengikuti seminar siang hari itu, khususnya kepada 2 narasumber yaitu, Sumeyra Yakar, Ph.D. dan Sulthon Fathoni, Ph.D (cand).

“Terima kasih atas kehadiran para peserta khususnya narasumber kita, yaitu Dr. Yakar dan Sulthoni pada konferensi internasional siang hari ini. Meski hanya melalui virtual, harapannya kedepan para narasumber kita bisa hadir secara langsung ke UINSI, insyaallah,” ucapnya.

Konferensi yang diinisiasi oleh Prodi HTN Fasya ini membahas tentang dinamika antara hukum Islam dan hukum negara.

“Hukum Islam menjadi hal yang sensasional dalam hukum dan politik. Sedangkan, untuk memformulasikan hukum tertulis maupun tidak tertulis, khususnya di Indonesia, akan berhubungan dengan hukum agama dan hukum Islam,” ucap Dr. Bambang.

Indonesia dengan mayoritas masyarakatnya yang beragama Islam menyebabkan adanya pertimbangan hukum Islam dalam membentuk hukum negara, contohnya seperti hukum tentang pernikahan, perceraian, atau ahli waris.

Namun, Dr. Bambang tidak memungkiri adanya perdebatan tentang penggunaan hukum Islam dalam hukum negara. Hal ini kemudian mengarah pada perdebatan tentang negara sekular dan negara beragama, bahkan ia sebut hal ini juga menjadi pembahasan pada Prodi HTN FASYA.

“Menanggapi isu-isu ini tentu kami di FASYA mencoba melakukan pendekatan ilmiah, seperti melalui penelitian. Dan konferensi ini juga merupakan salah satu upaya dan respon kami dalam menjawab isu yang ada. Semoga konferensi ini bisa memberi informasi dan pengetahuan lebih, khususnya bagi mahasiswa kami dan seluruh peserta yang mengikuti acara ini,” jelasnya.

Senada dengan apa yang disampaikan oleh Dr. Bambang, moderator konferensi siang itu, Muzayyin Ahyar tegaskan pembahasan konferensi ini akan berfokus pada negara sekular dan negara muslim atau negara beragama.

“How islamic is muslim country? and how sekular is secular country?” Ucapnya.

Muzayin Ahyar, S.Ud, M.S.I., Kapus Studi Pancasila UINSI Samarinda ini kemudian mempersilahkan Dr. Yakar sebagai pembicara pertama.

Dr. Yakar yang mempelajari tentang Hubungan antara agama dan politik di timur tengah ini menyampaikan materi dengan judul “The Influence of Religious and Political Authorities over the Constitutionalism in Saudi Arabia, Iran, dan Turkey”.

Dr. Yakar membandingkan 3 negara, yaitu Arab Saudi, Iran, dan Turkey. Menurutnya Arab Saudi secara ketat menerapkan hukum Islam sebagai hukum negara. Berbeda dengan Arab Saudi, Iran dan Turkey yang lebih fleksibel.

Pembicara kedua, Sulton Fatoni, yang saat ini sedang menempuh program doktor di Iran menyampaikan materi secara spesifik tentang kondisi negara Iran.

Menurutnya, Iran adalah negara beragama, negara Islam, yang masyarakatnya lebih condong kepada gaya hidup sekular dibandingkan beragama.

Melalui materinya yang berjudul “Religious State – Secular Society”, Sulton jelaskan bahwa bentuk pemerintahan Iran adalah Islamic Republic, namun antara konsep Islamic dan Republic ini dirasa masih ada pertentangan.

Argumen ini ia sampaikan berdasarkan hasil survey secara online pada masyarakat Iran yang menunjukan 68% responden setuju untuk tidak memasukan hukum agama dalam hukum negara dan 72% responden menolak hukum wajib mengenakan hijab bagi wanita.

Fenomena ini juga dapat dilihat pada sosial media dimana banyak Imam shalat Jum’at ditemukan menjadi bahan guyonan di Instagram dan public figure atau tokoh yang menolak penggunaan hijab lebih populer diikuti oleh masyarakat Iran di sosial media.

Perbedaan penerimaan hukum Islam atau hukum agama sebagai hukum negara oleh masyarakat di beberapa negara muslim ini menunjukan adanya banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan hukum dan situasi politik di suatu negara.

Untuk memperjelas pemahaman peserta terkait isu ini, konferensi dilanjutkan dengan tanya jawab, mulai dari pernikahan berbeda agama, pernikahan berbeda Mazhab, kawin kontrak, dan hal-hal terkait hukum negara yang biasanya dibentuk berdasarkan oleh hukum agama.

Muzayin Ahyar kemudian menutup sesi tanya jawab sekaligus mengakhiri konferensi internasional siang hari ini dengan kesimpulan singkat bahwa tidak bisa dipungkiri, perdebatan tentang hukum Islam dan hukum negara ini dipengaruhi oleh adanya upaya islamisasi di negara sekuler dan adanya upaya sekuler di negara islami.

(Humas, ns)