UINSI for Global Recognition University, Prof. Sumanto: Website itu jangan dianggap remeh

SAMARINDA, UINSI NEWS,- Prof. Sumanto Al-Qurtuby, Ph.D. hadir sebagai narasumber dalam Seminar Internasional di UINSI Samarinda, Kamis (3/8).

Dosen dari Department of Global Studies IRC for Finance and Digital Economy KFUPM Bussiness School King Fahd University of Petroleum and Minerals Dhahran Saudi Arabia ini juga soroti transformasi kelembagaan UINSI Samarinda.

Sepaham dengan Prof. Nasir, Prof. Sumanto juga sebut status UINSI sebagai Universitas akan memiliki peluang untuk membuka Fakultas baru dibidang non studi keislaman, misal kedokteran, teknis, IT, dan/atau sesuai kebutuhan yang ada di Samarinda.

“Nah dalam konteks itu maka, ini menjadi kesempatan yang baik agar menjalin kerja sama untuk menyiapkan calon-calon dosen masa depan untuk mempersiapkan Fakultas baru di UINSI Samarinda,” ucapnya.

“UINSI posisinya memang sangat strategis sekali jika perpindahan ibukota benar-benar terealisasi,” lanjutnya.

Perpindahan IKN ke Kaltim memberi peluang bagi UINSI untuk dapat lebih berkembang. Namun, disaat yang sama Prof. Sumanto juga menegaskan perpindahan IKN akan menjadi tantangan bagi UINSI.

Prof. Sumanto menyajikan fakta berdasarkan data yang menyatakan bahwa masih sangat kurang diakuinya kualitas Perguruan Tinggi di Indonesia berdasarkan standar Internasional.

“Apalagi Indonesia punya potensi besar, SDM banyak sebenarnya, tetapi tingkat diakuinya di tingkat internasional masih sangat jauh sekali.”

Menurut dosen yang memperoleh gelar Ph.D dari Boston University ini, perguruan tinggi yang ada di Indonesia hanya segelintir yang dijadikan sebagai destinasi pertukaran pelajar bahkan beasiswa internasional.

“Fakta ini sangat menyakitkan. Bahkan saya diterima mengajar di Arab Saudi bukan karena saya orang Indonesia, tapi karena saya lulusan Amerika Serikat,” ucapnya.

“Sekali lagi, fakta ini memang menyakitkan, tapi disatu sisi harus menjadi penyemangat. Saya sangat berharap adik-adik di Indonesia, di UINSI, bisa menghadapi tantangan tersebut,” tambahnya.

Selain standar internasional, fenomena lulusan perguruan tinggi yang masih susah mendapat pekerjaan juga merupakan tantangan yang serius.

“Indonesia nomor 3 terbanyak yang memikiki perguruan tinggi berdasarkan data statistik. (Namun melihat realita yang ada) SDM dan Kualitas, jumlah pengajar, belum semua memenuhi standar,” paparnya.

Menyambung pembahasan materi oleh Prof. Nasir sebelumnya, karya tulis memang merupakan hal penting untuk menunjukan kualitas suatu perguruan tinggi bertaraf internasional. Namun, menurutnya karya tulis perguruan tinggi di Indonesia yang tembus internasional masih tergolong sedikit. Padahal ini menjadi salah satu indikator keilmuan sebuah perguruan tinggi.

“Tidak cukup dengan doa tanpa kita berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkannya (Global Regognition University),” tegasnya.

“Selanjutnya, Indikator mahasiswa internasional yang belajar di Indonesia. Jika sedikit maka ini menunjukan kualitas perguruan tinggi kita tidak terlalu diakui,”

“6 ribuan mahasiswa internasional belajar di Indonesia, nah coba bandingkan dengan Malaysia yang memiliki 170 ribu mahasiswa internasional. Malaysia yang hanya punya 101 kampus punya 170 ribu mahasiswa internasional, Indonesia yang punya 4 ribuan kampus hanya ada 6 ribuan mahasiswa internasional yang tertarik belajar disini,” paparnya.

“Singapura yang punya 3-4 juta penduduk, dengan 50an kampus punya 55 ribu mahasiswa internasional, Vietnam punya 45 ribu mahasiswa internasional,” lanjutnya.

“Ciri kampus internasional yaitu menggunakan bahasa Inggris. Itu tantangannya. Kalau dikampusnya belajar menggunakan bahasa Indonesia, bagaimana mahasiswa internasional mau datang kesini untuk belajar,” tambahnya.

“Fungsi website sangat penting dalam era global.
Website itu jangan dianggap remeh, ini adalah starting point untuk kampanye di skala nasional dan internasional,” tegasnya.

“Dengan website mereka bisa berselancar mencari tahu tentang UINSI, buat semenarik mungkin dan dalam bahasa Inggris. Bagaimana mereka bisa memahami dan tertarik dengan UINSI jika website nya hanya dalam bahasa Indonesia?” ucapnya.

“Buat website semenarik mungkin. Tampilkan profil dosen dengan karya-karya akademiknya, jadi mereka (mahasiswa internasional) bisa tertarik belajar di UINSI karena melihat keunggulan yang ada di UINSI. Jika bisa jangan terbatas hanya di dua bahasa, bisa bahasa Arab bahkan Cina. Perhatikan juga kecepatan loading webnya,” jelasnya.

Selain menyoroti website sebagai alat kampanye lembaga, Prof. Sumanto tekankan pentingnya melakukan pekerjaan sesuai kapasitas dan kompetensi, serta fokus dalam hal yang dikerjakan.

“Jangan dosen juga mengurusi administrasi. Masih sering dosen ternyata dibebenani untuk mengurusi hal-hal diluar tri dharma perguruan tinggi.”

“Merekrut dosen juga harus sesuai kompetensinya, perpustakaan juga harus berfungsi secara maksimal,” jelasnya.

“Punya perpustakaan tapi ternyata perpustakaannya tidak digunakan untuk menunjang penelitian dan akademik. E-library juga menjadi tantangan global, petugas harus menbantu dosen dan mahasiswa untuk memaksimalkan fungsi buku yang ada sebagai referensi penelitian mereka, jangan sampai perpustakaan hanya dijadikan tempat menaruh buku,” tegasnya.

Diakhir sesi Seminar Internasional ini, Prof. Sumanto pun sumbangkan 17 buku hasil karya tulisnya untuk menjadi koleksi Perpustakaan UINSI Samarinda yang harapannya dapat menambah khazanah keilmuan dan sebagai referensi penelitian bagi sivitas akademika UINSI Samarinda. (Humas/ns)

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»