Mengenang Kawan yang Baik Hati, Pak H. Suriansyah

Berita572 views

Ahad, 14 Juli 2024/8 Muharram 1446 Hijriyyah. Seperti biasa ba’da Magrib kami di rumah tadarus Al-Qur’an hingga azan Isya. Usai Sholat Isya saya bergegas ke dapur menyiapkan makan malam untuk suami dan putra bungsu saya, Arief. Sementara menghangatkan rendang daging sapi yang saya masak sendiri dari sisa hewan Qurban kami miliki, terdengar suara notifikasi whatsApp beberapa kali, saya penasaran ada info apakah gerangan? saya pun mengambil handphone dan membuka whatsApp. Betapa terkejutnya saya membaca berita duka dari beberapa grup whatsApp bahwa Bapak H. Suriansyah, S.Ag., M.Pd., Kepala Biro Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan (AUPK) UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda telah meninggal dunia di Rumah Sakit YPK Mandiri Menteng Jakarta Pusat.

Saya matikan kompor, lantas saya sampaikan berita duka ini kepada suami, beliaupun terkejut dengan kepergian almarhum yang begitu mendadak. Almarhum adalah sahabat suami, adik kelas ketika dulu di MAN Berau. Malam itu sempat terpikir untuk pergi ke kediaman almarhum, ingin menemui isteri almarhum, karena menurut kabar bahwa beliau seorang diri di rumah, tidak ikut serta ke Jakarta untuk mendampingi suami karena sedang kurang sehat badan, namun mengingat sudah malam dan jenazah akan diberangkatkan esok harinya (Senin), maka kami pun mengurungkan niat dan tetap untuk melayat esok harinya. Saya pun mendapat info bahwa sahabat kami di kampus, ibu Nisa dan suaminya malam itu sudah berada di rumah almarhum bersama denga para tetangga lainnya.

Menjelang tidur, saya merenung dan berkata di hati bahwa kita berasal dari-Nya, cepat atau lambat pasti akan kembali kepada-Nya. Kapanpun dan dimanapun Malaikat maut akan menjemput kita. Teringat dengan kata bijak tentang kematian dari Jalaluddin Rumi (seorang penyair sufi Persia terbesar dalam sejarah, lahir pada 30 September 1207, dan wafat pada 17 Desember 1272. Dikenal sebagai seorang sufi mistik dan ahli spiritual terbesar, karya-karyanya memiliki pengaruh yang luas, tidak hanya di kalangan muslim, tetapi juga non-muslim). Dalam kumpulan sajaknya, Jalaluddin Rumi menghadirkan kata bijak tentang kematian yang sangat puitis. Kata-katanya tidak sekedar menggambarkan akhir hidup, tetapi juga mengangkat dimensi spiritual dan filosofis tentang perjalanan jiwa setelah meninggalkan dunia ini. Diantara kata bijak beliau yaitu “Mengetahui bahwa adalah Engkau yang mengambil kehidupan, kematian menjadi sangat manis. Selama aku bersama-Mu, kematian bahkan lebih manis dibandingkan dengan kehidupan itu sendiri.”

Dalam kata bijak Jalaludin Rumi tentang kematian ini, Rumi mengungkapkan bahwa kematian bisa menjadi pengalaman yang manis jika kita percaya bahwa ia datang dari Tuhan atau Sang Pencipta. Ketika kita memahami bahwa Tuhan adalah sumber kehidupan dan kematian, maka kematian menjadi sebuah perjalanan kembali kepada-Nya. Selama kita bersama Allah SWT, Sang Maha Pencipta bahkan kematian terasa lebih manis dibandingkan dengan kehidupan itu sendiri, karena ada kepastian akan cinta dan perlindungan-Nya. Rumi mengajak kita untuk memandang kematian dengan keyakinan bahwa itu adalah bagian dari rencana Ilahi yang membawa kita lebih dekat dengan Tuhan.

Usia serta kondisi kesehatan tidak pernah bisa menjadi suatu patokan atas kematian, sehingga sebagai umat muslim yang baik, kita harus siap untuk kapan dipanggil oleh Allah SWT. Banyak hal yang dapat membantu kita di akhirat kelak, di antaranya amalan-amalan selama di dunia dan ibadah yang kita lakukan. Untuk itu kita harus selalu mempersiapkan diri menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan lebih bermanfaat lagi bagi keluarga dan masyarakat. Kematian akan menjadi pemutus segala kenikmatan dan kebahagiaan yang dirasakan di dunia. Harta kekayaan, jabatan, dan keluarga semua akan ditinggalkan karena bekal yang dibutuhkan untuk menempuh perjalanan ke negeri akhirat hanyalah amal. Teringat dengan syair lagu Opick yang berjudul :

“Bila Waktu Tlah Berakhir”

… Bagaimana kau merasa bangga
Akan dunia yang sementara
Bagaimanakah bila semua hilang
Dan pergi meninggalkan dirimu

… Bagaimanakah bila saatnya
Waktu terhenti tak kau sadari
Masihkah ada jalan bagimu
Untuk kembali mengulangkan masa lalu

… Dunia dipenuhi dengan hiasan
Semua dan segala yang ada akan kembali padaNya

… Bila waktu tlah memanggil
Teman sejati hanyalah amal
Bila waktu telah terhenti
Teman sejati tingallah sepi

Senin, 15 Juli 2024/9 Muharram 1446 Hijriyyah. Pukul 07.00 WITA saya sudah berangkat dari rumah menuju kampus 2 UINSI Samarinda, saya berangkat bersama ibu Tika, sampai di gedung FEBI sebagian kawan-kawan sudah berkumpul dan bersiap untuk melaksanakan apel pagi 07.30 WITA, kebetulan saya bertugas sebagai pembina apel Senin itu.

Udara di kampus 2 saat itu terasa sejuk, kampus kami memang indah, hijau dan asri, ditumbuhi banyak pepohonan. Semilir angin sepoi-sepoi berbisik di dedaunan pada pohon-pohon di kampus ini. Ya, semilir angin bisa membuat kita merasakan ketenangan dan kedamaian, ia identik dengan kesejukan dan kesegaran. Dalam kehidupan yang padat ini dengan berbagai rutinitas dan aktivitas, merasakan semilir angin adalah seperti menjadi sebuah berkah. Seketika saya menatap lambaian dedaunan dan pula terdengar suara kicauan merdu burung-burung yang bersahutan seakan-akan turut mengucap selamat tinggal kepada bapak H. Suriansyah.

Prof. Dr. Hj. Darmawati, M.Hum. bersama Ibu Herlina Sjafartin (Istri Alm. H. Suriansyah, S.Ag., M.Pd.) dan Alm. H. Suriansyah, S.Ag., M.Pd.

Suasana duka menyelimuti warga kampus, dalam amanat sebagai pembina apel saya menghimbau kepada seluruh dosen dan tenaga kependidikan untuk bertakziah dan memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum. Jenazah almarhum diberangkatkan dengan pesawat Garuda dari Jakarta ke Balikpapan, pada Senin, pukul 05.50 WIB, setiba di Balikpapan langsung dibawa ke Samarinda ke rumah duka di jalan Bendungan Sambutan Samarinda. Sekitar pukul 10.00 WITAjenazah almarhum telah tiba di rumah duka.

Pukul 11.00 WITA saya dan suami melayat ke rumah duka, saat itu almarhum tengah proses dimandikan/disemayamkan, lantunan surah Yasin dan tahlil yang dipimpin Guru Dr. H. Akhmad Haries, M.SI. dan Guru H. Mahyudin, M.Pd. terdengar begitu syahdu, suasana duka pun menyelimuti kediaman almarhum. Udara Kota Samarinda saat itu terasa panas mendenyit ubun, seolah komponen jagat raya itu melirik almarhum dalam persiapannya menuju perjalanan yang abadi.

Tamu-tamu yang datang semakin banyak, rumah dan pekarangan beliau penuh dengan para tamu yang ingin melepas kepergian beliau ke tempat peristrahatan yang terakhir. Di sepanjang jalan Bendungan Handil Kopi kecamatan Sambutan itu penuh dengan mobil yang diparkir dan di dalam gang kediaman beliau pun penuh dengan kendaraan roda dua. Turut hadir Ketua MUI Kaltim, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Samarinda, Rektor UINSI, para wakil Rektor, para pejabat, Dosen dan Tendik, Dharma Wanita Persatuan UINSI, para guru, pejabat dan karyawan di lingkungan Kementerian Agama Kaltim, Pejabat BAZNAS Kaltim dan Kota Samarinda, bahkan dari daerah Bontang, Sangatta, serta keluarga besar almarhum. Karena begitu banyaknya masyarakat yang hadir sehingga tenda biru yang terpasang tidak cukup bagi para pelayat untuk bernaung. Tentunya mereka hadir meluangkan waktu dengan langkah ringan dan hati ikhlas. Hal ini menunjukkan bahwa almarhum H. Suriansyah yang kelahiran Pujut, 30 Mei 1970 telah meninggalkan jejak positif dalam kehidupannya baik selama di instansi bekerja maupun dalam sosial kemasyarakatan.

Banyak dari teman-teman yang hadir bercerita bahwa almarhum adalah sosok yang baik, dermawan dan pekerja keras dimana pun beliau menjabat. Banyak sekali yang mengatakan bahwa beliau adalah adalah sosok yang baik, humoris dan ramah kepada siapa saja. Seolah tidak akan cukup pena untuk menceritakan kebaikan beliau. Meskipun memiliki jabatan penting, namun beliau adalah sosok yang sederhana dan bersahaja sampai akhir hayatnya. Prestasi dan kesederhanaan almarhum tentunya harus menjadi teladan bagi kita semua. Bahkan tidak berlebihan jika saya mengatakan bahwa beliau adalah seorang sastrawan, pujangga, dan ahli pantun. Karena beliau suka menulis puisi dan syair serta pantun. Beliau juga seorang yang humoris karena dalam berbagai kesempatan beliau suka menghibur dengan kisah-kisah lucu baik kisah nyata yang lucu maupun kisah-kisah “mahalabiu” ujar istilah orang Banjar.

Waktu zhuhur telah tiba, terdengar suara azan merdu berkumandang dari Musholla yang tidak jauh dari rumah almarhum. Suara azannya seolah membelah ruang angkasa dan menembus keheningan jiwa. Jama’ah pun bergegas ke musholla. Adapun kami perempuan sholat dirumah tetangga terdekat. Usai sholat Zhuhur dilaksanakanlah sholat fardhu kifayah, kemudian acara pelepasan janazah oleh Rektor UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, Prof. Dr. Zurqoni, M.Ag dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa H. Suriansyah S.Ag, M.Pd bin H Hanafiah Amri telah meninggal dunia di Rumah Sakit YPK Mandiri Menteng Jakarta Pusat dikarenakan sakit mendadak dan meninggalkan Isteri dan dua orang anak, menantu dan tiga cucu.

Selama almarhum mengabdi menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), diawali dari Pelaksana pada KUA Pulau Bunyu Kementerian Agama, menjadi Kabid Haji dan Umroh pada Kanwil Kemenag Kaltim dilanjutkan menjadi Kakanwil Kemenag Kalimantan Utara kemudian menjadi Kepala Biro AUPK UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda telah menjalankan tugas dengan baik, dedikasi dan semangat kerja yang tinggi, dan yang paling penting adalah almarhum sebagai contoh teladan yang baik bagi rekan-rekan kerja sesama pegawai, dosen dan mahasiswa UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda.

Rektor melanjutkan, “Saya atas nama Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas jasa dan pengabdian almarhum. Semoga arwah almarhum dapat diterima dan mendapatkan tempat yang mulia disisi Allah SWT sesuai dengan amal ibadah dan pengabdiannya. Kepada keluarga yang ditinggalkan semoga diberi kesabaran dan ketabahan dalam menerima cobaan ini serta mengikhlaskan kepergian almarhum, Aamiin Yaa Allah Yaa Rabbal ‘Alamin”.

Selanjutnya pembacaan do’a dipimpin oleh Bapak KH. Muhammad Rasyid, Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia Kalimantan Timur, lantunan do’a beliau panjatkan begitu syahdu dan menyayat hati. Tidak sedikit yang meneteskan air mata. Bahkan Ketua Tim Kerja Humas, Publikasi, Dokumentasi, dan Protokoler UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, pak Agus Prajitno yang saat itu sebagai MC menangis pilu, bagaimana tidak karena pak Agus sering komunikasi dan koordinasi urusan kantor dengan almarhum. Beberapa saat kemudian putra dan putri beliau beserta keluarga dari Kabupaten Bulungan tiba di kediaman duka, Isak tangis keluarga dan kerabatpun pecah seketika hingga tak terbendung saat mereka melihat almarhum untuk yang terakhir kali. Para tamupun hanyut dalam kesedihan.

Cerita istri almarhum, ibu Herlina Sjafartin.

Beberapa hari setelah meninggalnya almarhum, di saat masih suasana berduka, saya mencoba menghubungi istri almarhum yang juga adalah sahabat saya, tentang bagaimana keseharian dan kebiasaan almarhum di tengah keluarga. Sambil terisak tangis ibu Herlina menceritakan :

Ahad, 14 Juli 2024, pukul 06.00 wita pak H. Suriansyah sudah siap untuk masuk mobil menuju bandara Balikpapan, seperti biasa beliau berdua bersalaman, dan melambaikan tangan kepada istri tercinta. Ibu Herlina pun membalas lambaian tangan sang suami hingga mobil terus berjalan dan tak nampak lagi oleh pandangan mata. Sungguh pilu, ternyata itu adalah lambaian tangan yang terakhir.

Pada malam ahad sebelum berangkat itu istri beliau membantu menyiapkan pakaian dan keperluan sang suami untuk dimasukkan di koper. Sang suami berkata “ding, jangan lupa lah masukan di koper yang 3 macam ; buku Risalah Amaliah, tasbih biji pukah, dan sarung hijau”.

Kata isterinya, selama hidupnya setiap ba’da Magrib almarhum tidak luput membaca surah Yasin dan surah Al-Mulk. Menjelang tidur pun tasbih pukah beliau selalu digenggam hingga tertidur. Dan ternyata saat hembusan nafas terakhir pun terlihat tasbih pukah beliau masih tergengggam di jari-jari beliau. Subhanallah.

Almarhum adalah sosok yang amat perhatian, peduli dan penyayang dengan keluarga. Baru satu minggu sebelum kepergiannya pak H. Suriansyah dan istri berangkat ke Berau, ke kampung kelahiran beliau. Bertemu dengan sanak saudara dan keluarga merupakan kebahagiaan yang beliau rasakan saat itu. Sambil makan bersama dengan keluarga besar tercinta, menyantap ikan kakap masak asam manis dan kolak pisang kesukaannya, beliau pun sempat berkata jika sudah pensiun akan tingal di kampung halaman.

Sambil terisak istri beliau lanjut bercerita bahwa almarhum sangat sayang dengan istri dan keluarga. Jika bepergian keluar kota sering membawakan oleh-oleh seperti pakaian untuk sang istri dengan warna kesayangannya, warna pink. Jika di akhir pekan almarhum sering video call, bercanda gurau dengan cucu-cucu yang berdiam di Tanjung Selor. Kini sang isteri hanya mengenang kebersamaan manis dengan almarhum, rutin berziarah dan berdo’a untuk almarhum suami tercinta.

Selamat jalan pak H. Suriansyah, semoga engkau damai dan bahagia di alam sana, berkumpul bersama orang-orang saleh di tempat yang nyaman dan indah di sisiNya. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.


Penulis: Prof. Dr. Hj. Darmawati, M.Hum. (Wakil Dekan I FEBI UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda)