Merayakan Amaliyah Maulid Nabi dengan Ilmiah, Habib Ali Zainal Abidin El-Hamid Beri Tausiyah di UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

SAMARINDA, UINSI NEWS,- Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir (IAT) bersama Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD); Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI); HMPS Manajemen Dakwah (MD); serta HMPS Bimbingan Dan Konseling Islam (BKI) UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda sukses selenggarakan Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw.

Peringatan Maulid Nabi yang terselenggara pada tanggal 19 September 2024 lalu tersebut tidak hanya sebatas perayaan, tetapi juga membedah secara ilmiah keteladanan Nabi Muhammad Saw.

Mengusung tema “Eksistensi Nabi Muhammad Saw sebagai Qudwah dalam Merefleksi Diri Melandasi Teladan Islami”, Peringatan Maulid Nabi ini menghadirkan Habib Ali Zainal Abidin El-Hamid sebagai narasumber. Selain itu, peringatan Maulid Nabi ini juga menghadirkan Habib Hasan bin Muhammad Al-Muhdor, M.Pd., Pimpinan Pondok Pesantren At-Tanwir, yang juga menambah suasana khidmat majelis dengan lantunan doa yang dipanjatkan.

Mewakili Dekan, Wakil Dekan I FUAD Dr. Mursalim, M.Ag. menyampaikan harapannya agar kegiatan ini dapat membawa berkah serta menambah wawasan dalam meneladani perjalanan hidup Nabi Muhammad Saw.

“Mudah-mudahan dengan peringatan Maulid dan Kuliah Umum, kita dapat pencerahan dari Habib, supaya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, sebagaimana misi Nabi, pengembangan ilmu pengetahuan tidak hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, sehingga Islam semakin ya’luu walaa yu’laa ‘alaih”.

Menyambut pesan tersebut, Habib Ali Zainal Abidin mengelaborasi uraiannya seputar sejarah kehidupan Nabi yang penuh keteladanan. Dalam tausiahnya, beliau memetakan posisi Nabi dalam Al-Quran dengan tiga aspek: akhlak, qudwah, dan uswah. Karenanya dapat dipahami bahwa kemuliaan Nabi bukan sebatas pada pribadinya, tetapi juga perilakunya yang penuh keluhuran.

Dalam Al-Quran Surat Al-Qalam ayat 1-5, Allah Swt bersumpah dengan pena untuk mengagungkan akhlak Nabi. Karenanya sosok yang pernah menimba ilmu dengan Habib Umar bin Hafidz di Yaman ini menegaskan pentingnya meniru akhlak Nabi Muhammad Saw. Meski demikian, tidak sekadar meniru, tetapi diniatkan karena Allah. Sebab tidak semua perbuatan baik dilakukan karena Allah. Banyak orang yang melakukan kebaikan tetapi tidak atas dorongan keimanan. Kata beliau, “hanya yang dilakukan karena Allah saja yang akan dicatat sebagai ibadah”.

Pesan Habib tersebut memberikan refleksi kritis bagi umat Islam terkait beramal dengan cerdas dan ikhlas. Cerdas kaitannya dengan olah akal untuk mempelajari perilaku Nabi, sedangkan ikhlas kaitannya dengan rasa yang terpatri dalam hati. Habib Ali lantas membagi akhlak ke dalam dua kategori, yaitu akhlak kasbiyah dan akhlak fithriyah. Poin pertama adalah akhlak yang dapat diusahakan melalui laku pembelajaran, dan yang kedua adalah fitrah kemanusiaan yang sudah ada sejak awal kelahiran.

Akhlak fithriyah adalah karakter yang sudah melekat, tidak perlu dilatih. Namun tidak semua akhlak itu adalah bawaan. Lebih banyak akhlak itu berasal dari usaha yang kuat.

Ada dua faktor utama yang membentuk karakter, yaitu ilmu dan lingkungan, termasuk dalam hal ini adalah media sosial. Dari sini, tak heran sahabat Nabi menjadi sosok yang tangguh dalam beragama, karena mereka belajar langsung dari sang penerima wahyu sekaligus lingkungan yang membentuknya untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan.

Kontras dengan kondisi di zaman Nabi, saat ini negara sedang mengalami krisis keteladanan yang otentik. Ada tiga unsur yang perlu diperhatikan, yaitu membangun para pendidik, peran wanita sebagai ibu, dan media sosial yang sehat. Ketiga hal itulah yang ditanamkan oleh Nabi sebagai sosok qudwah kepada para sahabat kala itu sehingga berhasil menjadi generasi emas di zamannya. Pungkas ulama kelahiran Bondowoso yang kemudian berkiprah di negeri Jiran ini.

Selain dengan akhlak dan qudwah, peran Nabi sebagai uswah hasanah juga mendorong umat Islam melahirkan aspek penghayatan dengan penuh emosional. Ada kecintaan yang mendalam pada sosok panutan kemanusiaan. Dengan dorongan emosional inilah, kelak orang akan dikumpulkan bersama sosok yang dicintainya. Anta ma’a man ahbabta.

Dengan demikian, peringatan maulid Nabi sudah sepantasnya dilakukan dengan kegembiraan sekaligus keteladanan yang paripurna. Bahwa menjadi umat Nabi perlu dibuktikan dengan tindakan nyata. Kata Nasyid tersohor dari Malaysia, Raihan, “Iman tak dapat diwarisi, dari seorang ayah yang bertakwa”.

Akhlak tak dapat diwarisi, ia perlu dipelajari, dihayati, dan dilakoni sesuai dengan petunjuk Nabi.

Ibnu Khaldun, M.IRKH., Koordinator Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, berharap semoga kegiatan Maulid Nabi yang dikemas secara ilmiah ini, dapat membuka wawasan berpikir mahasiswa dan menjadi penyemangat mahasiswa dalam menjadikan rasulullah sebagai role model dalam berprilaku dan sistematika berpikir dikehidupan sehari-hari.

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»