“Yuk Berqurban, Jangan Ditunda-tunda”

Sabtu sore di bangku putih di sudut @hopecoffeesmd yang akrab dengan aroma wangi biji kopi. Kunikmati seruput kopi hangat yang mengalir dari cangkir ke hati, menenangkan suasana sore menjelang senja, setenang playlist lo-fi di malam minggu tanpa drama. Kubuka WA grup, mulai grup keluarga mini, grup keluarga UINSI hingga grup alumni, ku-scroll puluhan chat yang belum terbaca, hemm… bagaikan membaca drama Korea tanpa subtitle—bingung tapi penasaran. Terbaca di grup keluarga UINSI, untuk kesekian kalinya chat pak Agus Salim, dari Humas UINSI, berworo-woro di grup mengajak untuk berqurban, sebagai tanda cinta kepada Sang Pencipta, tanda tulus memberi, tanda ikhlas berbagi dan tanda bahwa gajian bulan ini langsung berpahala (namun tidak boleh takabbur dengan pahala).Ya, Idul Adha tinggal beberapa hari lagi dan berqurban itu hukumnya sunnah mu’akad. Bahkan (menurut Imam Abu Hanifah) hukumnya menjadi wajib bagi yang mampu . Firman Allah SWT :

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah.” (QS. Al Kautsar Ayat 2)

Walaupun terkadang, banyak pertimbangan yang membuat orang menunda niat untuk berqurban. Dengan seribu satu alasan ; mau beli mobil baru lah, motor baru lah, HP baru, baju baru, mau healing alias liburan, kredit ini itu dan masih banyak alasan lainnya. Ya… tentu tidak salah dan ini sangatlah manusiawi. Namun, perlu diketahui hidup ini bukanlah hanya perkara dunia dan dunia.

Dalam sebuah ceramah Prof. Dr. H. Muhammad Quraish Shihab, M.A. dalam tayangan video di channel Youtube Najwa Shihab, yang bisa menjadi pengingat kita semua, ujar beliau bahwa keikhlasan dalam beribadah adalah hal yang utama dan tidak ada yang mahal jika Allah yang minta. Beliau mengingatkan kita pada kisah Nabi Ibrahim yang mengikhlaskan anak semata wayangnya, anak yang didamba-dambakan kelahirannya untuk disembelih. Keikhlasan Nabi Ibrahim saat menyembelih anaknya itu bagaikan langit yang merelakan mentari untuk tenggelam—bukan karena tak sayang, tapi karena taat pada Tuhan. Nabi Ismail pun berserah dan berusaha menahan segala kasih sayangnya kepada Ismail anaknya. Ismail pun demikian. Keteguhan dan kepasrahan tersebut kemudian diabadikan dalam Al Quran. Nabi Ibrahim harus rela menyembelihnya karena perintah Allah Swt. Tentu ketika keikhlasan itu telah dimiliki hamba-Nya, Allah menggantinya dengan hal yang jauh lebih baik. Tidak disangka-sangka saat tangan Nabi Ibrahim dikuatkan untuk mengayun pisau yang tajam ke arah leher Ismail, namun yang bersuara adalah kabsy, sejenis kambing yang cukup besar sambil mengucurkan darahnya.

Mengutip Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA., (dalam https://bincangsyariah.com/kolom/penjelasan-kiai-said-aqil-siradj-soal-sejarah-disyariatkan-kurban) bahwa keyakinan akan perintah Allah Swt, dengan tanpa keraguan sedikit pun pasti ada kebaikan yang akan kembali kepada hamba-Nya. Beliau mengatakan bahwa qurban merupakan bagian kecil dari ibadah sosial, seperti halnya zakat. Qurban adalah ibadah maliyah yaitu ibadah harta yang menunjukan bahwa Islam adalah agama sosial yang peduli dengan kebersamaan. Di hari-hari tertentu, semuanya menikmati makan enak, senang, makan daging. Yang kaya setiap hari makan daging, dan yang miskin sehari itu harus makan daging untuk menikmati hidup. Itulah agama Islam, agama yang menghormati kebersamaan, gotong royong. Islam agama sosial, agama tamaddun, agama kemasyarakatan, agama peradaban, agama budaya, agama kemajuan, kemanusiaan, keadilan. Itulah prinsip-prinsip Islam,” jelas Kyai Said Aqil Siradj.

Diantara hadits tentang keutamaan qurban, diriwayatkan dari Aisyah RA, beliau menuturkan dari Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.” (HR. Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memiliki kemampuan untuk berqurban, tetapi ia tidak mau berkurban, maka sesekali janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah qurban dalam Islam sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama dan ancaman bagi orang mampu tapi enggan berqurban.

Yuk berqurban, masih ada kesempatan beberapa hari lagi untuk membeli hewan qurban hingga akhir hari tasyriq. Jangan ditunda-tunda ya… karena kebaikan itu, semakin cepat dilakukan, semakin besar manfaatnya. Kita nggak pernah tahu apa yang akan terjadi akan datang. Jika hari ini saat cek rekening kita mampu berqurban, atau ada rezeki lebih, kenapa harus menunggu esok hari? atau tahun depan? katanya mau masuk surga, tapi qurban aja masih ditunda-tunda?

Yuk gas ken, niat baik jangan ditunda. Mumpung sehat, mumpung mampu, dan mumpung masih diberi kesempatan. Siapa tau ini jadi kurban terbaik kita. Aamiin YRA

Di antara detik yang terus berlari,
Ada panggilan suci yang mengetuk hati,
Tentang qurban, bukan sekadar daging dan darah,
Tapi bukti cinta, bukti ikhlas yang tak terbantah.
Berqurban bukan karena mampu,
Tapi karena mau memberi meski tak berlebih.
Bukan soal besar hewan yang ditambatkan,
Tapi seberapa dalam niat itu ditanamkan.
Jangan tunggu esok yang belum tentu milik kita,
Jangan tunggu kaya untuk bisa berbagi bahagia.
Siapa tahu, ini tahun terakhir kita diberi kesempatan,
Untuk menunaikan titah Allah SWT dalam pengorbanan.
Mari, sebelum waktu menutup pintu,
Berqurbanlah… untuk cinta, untuk syukur,
Untuk hidup yang tak hanya tentang menerima,
Tapi juga memberi, sebelum segalanya terlambat adanya.

Penulis: Prof. Dr. Hj. Darmawati, M.Hum. (Wadek I FEBI UINSI)

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»