Kita kembali berdiri di gerbang waktu. Dentang kalender telah membawa kita pada tanggal 1 Muharram, sebuah angka yang lebih dari sekedar penanda hari. Ini adalah sebuah cermin, sebuah portal yang menghubungkan kita dengan masa lalu, dan sekaligus sebuah peta menuju masa depan.
Bukan rahasia lagi bahwa 1 Muharram adalah peringatan Hijrah Rasulullah SAW. Namun, mari kita renungkan lebih dalam, mengapa peristiwa Hijrah yang dipilih sebagai pangkal perhitungan tahun, bukan kelahiran atau kenabian beliau? Jawabannya terletak pada esensi transformatif dari Hijrah itu sendiri.
Hijrah adalah titik balik. Bukan hanya perpindahan fisik, tapi perpindahan paradigma. Dari keterbatasan Mekkah menuju kebebasan Madinah, dari minoritas tertindas menjadi kekuatan yang membangun peradaban.
Di tengah gempuran informasi, seringkali kita merasa terputus dari akar sejarah kita. 1 Muharram adalah jembatan waktu untuk mengajak kita untuk tidak hanya mengenang, tetapi juga menghayati semangat Hijrah. Apa semangat itu?
• Semangat Adaptasi dan Inovasi
Nabi Muhammad SAW tidak terpaku pada cara lama ketika berhadapan dengan tantangan baru. Beliau mencari jalan, merancang strategi baru untuk kelangsungan dakwah. Demikian pula kita, di Samarinda ini, di tengah tantangan global, bagaimana kita beradaptasi, berinovasi, dan terus berkontribusi?
• Semangat Solidaritas dan Ukhuwah
Di Madinah, Nabi membangun persaudaraan antara Muhajirin dan Ansar, sebuah fondasi kokoh bagi masyarakat islam. Ini adalah pengingat bahwa kemajuan sejati tidak bisa dibangun sendiri-sendiri, melainkan dengan kebersamaan, saling tolong-menolong, dan menghilangkan sekat-sekat perbedaan.
• Semangat Perencanaan dan Keberanian Mengambil Risiko
Hijrah bukanlah keputusan mendadak. Ada perencanaan matang, keberanian untuk meninggalkan zona nyaman, dan keyakinan penuh pada pertolongan Allah. Di Tahun Baru Hijriah ini, apa rencana besar kita? Beranikah kita mengambil langkah maju, bahkan jika itu terasa menantang?
1 Muharram ini adalah momentum untuk “reboot” diri kita. Bukan hanya mengatur ulang niat, tetapi juga mengatur ulang prioritas. Di tengah gemerlap dunia, apakah cahaya iman kita masih terang benderang? Di tengah kesibukan, apakah waktu untuk Allah, keluarga, dan masyarakat masih menjadi prioritas utama?
Mari kita jadikan 1 Muharram ini sebagai awal dari hijrah mental dan spiritual. Hijrah dari keluh kesah menjadi syukur, dari rasa cemas menjadi optimisme, dari individualisme menjadi kepedulian. Semoga, dengan setiap langkah yang kita ambil di tahun yang baru ini, kita semakin mendekat pada cita-cita menjadi hamba Allah yang paripurna, yang tak hanya sukses di dunia, tapi juga berjaya di akhirat.
PENULIS: FARAH FATHIYA (DUTA MA’HAD AL-JAMIAH TAHUN 2023/ MAHASISWA FEBI UINSI SAMARINDA)