Oleh: Ustadz H. Bunyamin, Lc., M.Ag.
Peristiwa runtuhnya bangunan pondok pesantren di Jawa baru-baru ini menjadi peringatan keras bahwa kelalaian terhadap kekuatan struktur bangunan bukan sekadar soal teknis, melainkan soal nyawa.
Banyak bangunan keagamaan dibangun dengan semangat, tetapi kurang pengawasan teknis, pemilihan material yang tepat, serta evaluasi struktur pasca pembangunan. Tragisnya, peringatan seperti ini sering baru dipahami setelah jatuhnya korban.
Kondisi serupa bayang-bayangnya tampak di Masjid Sultan Sulaiman Kampus UINSI Samarinda. Meski tidak ambruk, tanda-tanda kegagalan struktur sudah muncul dan tidak boleh diabaikan. Masjid ini sudah beberapa kali direnovasi, tetapi masalah mendasarnya, pondasi yang tidak stabil, belum tertangani secara serius.
Fakta yang Mengkhawatirkan di Masjid UINSI
Beberapa gejala kerusakan yang sudah tampak dan patut dicermati antara lain:
Lantai bagian tengah masjid mengalami penurunan (ambles), menandakan tanah dasar atau pondasinya tidak kuat menopang beban.
Pondasi luar menunjukkan retakan di beberapa titik, dan retakan itu bersifat struktural, bukan sekadar kosmetik.
Renovasi yang dilakukan bersifat tambal-sulam, bukan penanganan menyeluruh terhadap pondasi dan struktur utama.
Kondisi seperti ini, jika dibiarkan, bukan hanya merusak estetika, tetapi mengundang bahaya fisik bagi jamaah, mahasiswa, dosen, serta masyarakat umum yang beribadah di sana.
Jangan Menunggu Tragedi
Runtuhnya bangunan pesantren di Jawa terjadi karena tiga hal yang sering diabaikan:
1. Perencanaan struktur yang kurang matang,
2. Pengawasan pembangunan yang lemah,
3. Minimnya evaluasi dan perbaikan jangka panjang.
Tiga hal ini jangan sampai terulang di UINSI. Apalagi masjid adalah tempat berkumpulnya orang dalam jumlah banyak sekaligus simbol keagungan kampus. Tidak ada alasan untuk menunggu keretakan berubah menjadi reruntuhan.
Tanggung Jawab Moral dan Kelembagaan
Pihak kampus dan pemerintah harus bergerak cepat. Audit struktur oleh ahli teknik sipil wajib dilakukan, bukan sekadar renovasi permukaan. Jika pondasi memang tidak stabil, maka penguatan struktur (soil improvement, pondasi baru, atau rekonstruksi sebagian) harus menjadi prioritas, bukan pilihan.
Keselamatan jamaah jauh lebih penting daripada menjaga tampilan luar bangunan. Masjid yang megah tidak berarti apa-apa jika dibangun di atas pondasi yang melemah.
Penutup
Runtuhnya bangunan pesantren di Jawa adalah pelajaran pahit. Jangan sampai Masjid Sultan Sulaiman di UINSI Samarinda menjadi contoh berikutnya hanya karena kelambanan mengambil tindakan. Retakan dan lantai yang turun bukan sekadar masalah konstruksi, itu alarm dini untuk mencegah bencana kemanusiaan.
Beribadah harusnya menghadirkan ketenangan, bukan ancaman. Saatnya bertindak sebelum ada korban.