SAMARINDA, UINSI NEWS — Dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Pusat Studi Hukum Keluarga (PUSAKA) Fakultas Syariah UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda bekerja sama dengan SATGAS PPKS PSGAD UINSI Samarinda sukses menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Mengurai Akar Kekerasan dan Tumbuhkan Kesadaran Bersama”.
Kegiatan ini menghadirkan Rega Armella, M.Pd. sebagai narasumber utama yang juga merupakan anggota SATGAS PPKS PSGAD UINSI Samarinda.
FGD ini bertujuan membuka ruang dialog kritis bagi sivitas akademika mengenai pentingnya pemahaman gender, pencegahan kekerasan seksual, serta upaya menciptakan lingkungan kampus yang aman dan setara.
Pada sesi awal, Rega Armella menjelaskan konsep gender sebagai konstruksi sosial yang mengatur peran dan ekspektasi terhadap laki-laki dan perempuan. Ia menegaskan bahwa gender berbeda dengan jenis kelamin biologis, serta dipengaruhi oleh budaya, waktu, dan relasi sosial.
Pemateri juga menguraikan lima bentuk ketimpangan gender yang paling sering muncul, yakni marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan, dan beban ganda—dilengkapi contoh nyata yang relevan dengan kondisi masyarakat dan kampus.
Dalam paparannya, Rega menyampaikan data terbaru terkait Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) tahun 2025 yang menunjukkan tren peningkatan:
Kuartal III 2025: 605 kasus KBGO
Kuartal II 2025: 665 kasus KBGO
Tahun 2024: 1.791 laporan KBGO, meningkat 40% dibanding tahun sebelumnya
KBGO meliputi penyebaran konten intim tanpa izin, impersonation, stalking digital, sextortion, hingga doxxing.
Selain itu, pemantauan sejumlah lembaga menunjukkan bahwa pada 2025 terdapat lebih dari 422 kasus kekerasan seksual di kampus dan ranah digital.
Pada lingkup domestik, data SPHPN 2024 mencatat 1 dari 4 perempuan pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual sepanjang hidupnya.
Diskusi menguraikan beberapa penyebab umum, antara lain:
Budaya patriarki yang mengukuhkan ketimpangan relasi. Relasi kuasa tidak seimbang di rumah, tempat kerja, ruang publik, maupun digital. Minimnya pendidikan seksualitas dan literasi digital. Lemahnya sistem pelaporan sehingga kasus tidak terungkap. Faktor ekonomi serta pernikahan anak. Normalisasi kekerasan melalui candaan seksis, body shaming, dan stereotip gender.
Kurangnya implementasi kebijakan, meski regulasi seperti Permendikbud 30/2021 dan UUTPKS telah diterbitkan.
Melalui penyelenggaraan FGD ini, PUSAKA Fakultas Syariah menegaskan komitmennya untuk berperan aktif dalam pendidikan, advokasi, dan penguatan kesadaran masyarakat kampus terhadap isu gender dan kekerasan seksual.
Kegiatan ini sekaligus menjadi bagian dari kontribusi PUSAKA dalam mendukung pembangunan berbasis keadilan gender di lingkungan UINSI maupun masyarakat luas.
Penulis : Novan Halim | Editor : Agus Prajitno







