Literasi Pola Asuh Positif: Tegaskan Urgensi Mencegah Luka Batin Anak Sejak Dini

SAMARINDA, UINSI NEWS,— Upaya memperkuat pemahaman masyarakat tentang pentingnya pola asuh positif kembali disuarakan dalam webinar bertema “Pola Asuh Positif untuk Mencegah Luka Batin Anak” yang digelar secara virtual pada Kamis (11/12/2025). Kegiatan ini menghadirkan akademisi sekaligus praktisi pendidikan untuk membahas secara komprehensif bagaimana pola asuh memengaruhi tumbuh kembang serta kesehatan mental anak.

Acara dibuka oleh Dr. Badrut Tamam, M.Pd.I, Kepala Pusat Literasi dan Media Digital sekaligus Dosen UIN Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa persoalan pola asuh bukan hanya teknis mendidik anak, tetapi menyangkut tanggung jawab moral dan spiritual orang tua.

“Anak-anak adalah amanah terbesar yang Allah titipkan kepada kita. Mereka tidak hanya tumbuh melalui makanan yang kita berikan, tetapi juga melalui kata-kata yang mereka dengar, sikap yang mereka rasakan, dan kasih sayang yang mereka alami,” ujar Kapus Literasi dan Media Digital itu kepada media ini.

Ia menjelaskan bahwa pola asuh yang kurang tepat—meski sering dilakukan tanpa kesadaran—dapat menimbulkan luka batin yang terbawa hingga mereka dewasa. Menurutnya, tantangan yang dihadapi generasi masa kini semakin kompleks: tekanan akademik, tingginya paparan gawai dan media sosial, serta minimnya ruang aman untuk mengekspresikan perasaan.

“Tanpa pendampingan yang hangat dan sadar, anak mudah merasa tidak didengar, tidak dihargai, dan tidak dicintai. Inilah luka batin yang kelak memengaruhi kepribadian, kepercayaan diri, hingga kesehatan mental mereka,” lanjutnya.

Melalui webinar tersebut, ia mengajak peserta untuk kembali merefleksikan pola asuh yang lebih empatik, komunikatif, dan penuh kesadaran. Pola asuh positif, menurutnya, bukan berarti tanpa batas, melainkan mendidik dengan keteladanan, dialog, serta penghargaan terhadap perasaan anak. “Dengan pola asuh seperti ini, kita bukan hanya mencegah luka batin, tetapi membentuk generasi yang kuat secara mental, berakhlak mulia, dan siap menghadapi masa depan,” tegasnya.

Sebagai narasumber utama, Sa’da Qamariah, M.Pd, praktisi pendidikan sekaligus kandidat doktor di UINSI Samarinda, memaparkan materi mengenai pola asuh positif dengan mengaitkannya pada temuan psikologi perkembangan serta nilai-nilai Islam. Dalam presentasinya, ia menegaskan bahwa setiap anak sejak lahir membawa potensi kebaikan.

Mengutip hadis Nabi Muhammad SAW, ia menjelaskan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Orang tua dan lingkunganlah yang berperan besar dalam membentuk kepribadian mereka.

“Hadis ini menegaskan bahwa anak memiliki fitrah kebaikan. Namun, tanpa pola asuh yang tepat, fitrah itu bisa terdistorsi oleh pengalaman masa kecil, terutama pengalaman emosional yang menyakitkan,” jelas Sa’da.

Ia menguraikan bahwa luka batin pada anak seringkali muncul dari pola komunikasi yang keras, tuntutan berlebihan, minimnya validasi emosi, atau pola asuh otoriter yang mengabaikan suara anak. Luka-luka kecil yang berulang dapat membentuk trauma terselubung yang terbawa hingga dewasa.

Sa’da juga menyoroti kesenjangan pemahaman antara orang tua dan anak di era digital. Menurutnya, meski orang tua berusaha memenuhi kebutuhan materi, banyak anak tetap merasa tidak mendapatkan kehangatan emosional yang cukup.

“Pola asuh positif menekankan pada pendampingan yang hangat dan konsisten. Anak perlu merasa aman untuk berbicara, mengekspresikan diri, dan melakukan kesalahan tanpa takut dimarahi secara berlebihan,” ujarnya.

Ia memaparkan sejumlah strategi praktis, seperti membangun komunikasi dua arah, memberikan konsekuensi yang logis alih-alih hukuman, serta membiasakan apresiasi yang tulus. Pendekatan ini diyakini efektif mencegah pembentukan luka batin dan mendorong perkembangan karakter yang sehat.

Pada sesi tanya jawab, para peserta menyoroti tantangan pola asuh pada keluarga pekerja, dinamika anak remaja yang sulit dikendalikan, serta peran guru dalam menciptakan lingkungan bebas kekerasan. Sa’da menegaskan bahwa pola asuh positif merupakan investasi jangka panjang yang hasilnya dapat terlihat saat anak menginjak usia dewasa.

Ia juga mengajak para pendidik, orang tua, serta masyarakat luas untuk memahami bahwa pola asuh positif bukan sekadar metode mendidik, melainkan cara membangun hubungan. Hubungan yang aman dan penuh kasih inilah yang akan menjadi pondasi bagi kesehatan mental anak sepanjang hidupnya.

Webinar yang berlangsung selama dua jam ini diikuti oleh peserta dari berbagai daerah. Abdullah Gufron didampingi rekan sejawatnya Besse Halijah selaku ketua panitia dan moderator penyelenggara berharap kegiatan serupa dapat terus digelar sebagai sarana peningkatan literasi pengasuhan di masyarakat.

Dengan semakin meningkatnya pemahaman tentang pentingnya pola asuh positif, diharapkan keluarga Indonesia mampu menciptakan generasi yang tumbuh tanpa luka batin, percaya diri, dan memiliki keseimbangan emosional yang baik—pondasi utama untuk membangun masa depan yang lebih sehat dan berdaya.#

 

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»