Prof. Dr. Zurqoni, M.Ag Rektor UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda Hadir dan Berkontribusi dalam Rakernas Kemenag RI Dirangkai dengan Lokakarya Nasional Tahun 2025

TANGERANG, UINSI NEWS — Prof. Dr. Zurqoni, M.Ag., Rektor UIN Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda, hadir dan memberikan kontribusi pemikiran dalam Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) Kementrian Agama RI Tahun 2025 dirangkai dengan Lokakarya Nasional yang diselenggarakan di Hotel Atria Serpong, Tangerang Selatan, dengan mengusung tema “Mempersiapkan Umat Masa Depan”. Kegiatan ini diawali dengan keynote speech dan dibuka langsung oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A.

Rakernas Kemenag RI Tahun 2025 menghadirkan unsur Rektor dan Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) serta Kepala Kantor Wilayah Kemetrian Agama Provinsi. Kegiatan ini sebagai bentuk satu kesadaran penting: umat beragama hari ini berada pada persimpangan sejarah antara warisan keagamaan yang mapan dan tuntutan perubahan sosial yang bergerak cepat. Dalam konteks inilah, pembacaan ulang terhadap makna umat menjadi kebutuhan mendesak, bukan sekadar wacana akademik, tetapi sebagai fondasi peradaban. Senin, (15/12).

Prof. Zurqoni menegaskan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) khususnya UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda memiliki peran strategis dalam proses ini. UINSI Samarinda bukan hanya pusat transmisi ilmu keislaman, melainkan juga ruang dialektika yang melahirkan pemikiran keagamaan yang rasional, kontekstual, dan berorientasi masa depan. Kontribusi UINSI Samarinda dalam Lokakarya Nasional 2025 menjadi bagian dari ikhtiar membangun umat yang berpengetahuan, beretika, dan berperadaban.

Sementara itu, Menteri Agama RI Prof. Dr. Nasaruddin Umar dalam keynote speech-nya menyoroti problem utama umat beragama di era modern, khususnya ketegangan antara cara pandang keagamaan yang dogmatis dan lingkungan global yang dinamis. Menurutnya, agama harus mampu menjalankan fungsi kritik, bersifat rasional, kontekstual, dan tetap independen dari subordinasi kekuasaan.

Menag juga menegaskan pentingnya independensi agama, di mana pemimpin agama tidak berada di bawah struktur kekuasaan negara, melainkan berdiri sejajar sebagai kekuatan moral. Dalam konteks tersebut, Kementerian Agama berperan sebagai penghubung (bridging institution) antara negara dan masyarakat sipil.

Prof. Nasaruddin menghadirkan satu pesan kunci: agama tidak boleh kehilangan daya kritisnya di tengah arus kekuasaan dan modernitas. Agama, jika hanya diposisikan sebagai legitimasi simbolik, akan kehilangan fungsi profetiknya sebagai penjaga nurani publik.

Dikotomi antara agama yang dogmatis dan lingkungan global yang rasional, dinamis, serta kontekstual bukanlah untuk dipertentangkan, melainkan dijembatani. Agama justru dituntut untuk mampu berdialog dengan realitas, tanpa tercerabut dari nilai-nilai etik dan spiritualnya.

Transformasi masyarakat dari basis kesukuan menuju masyarakat umat sebagaimana misi profetik Nabi Muhammad SAW menjadi relevan kembali di tengah fragmentasi sosial hari ini. Umat yang berperadaban adalah umat yang percaya diri, terbuka, kritis, dan mampu membaca zaman.

Pada akhirnya, umat yang kuat bukanlah umat yang paling keras dalam mempertahankan simbol, melainkan umat yang paling dewasa dalam mengelola perbedaan, paling bijak dalam merespons perubahan, dan paling konsisten dalam menjadikan nilai agama sebagai sumber pencerahan bagi kehidupan bersama.

Penulis : Novan Halim | Editor : Agus Prajitno

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»