Skip to content

Sudahi Polemik, Ini Kata Rektor UINSI Samarinda Terkait SE Nomor 5 Tahun 2022

SAMARINDA, UINSI NEWS,- Rektor UIN Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda, Prof. Dr. H. Mukhamad Ilyasin, M.Pd. mengimbau masyarakat Kalimantan Timur, khususnya keluarga besar UINSI Samarinda untuk menanggapi aturan pengeras suara azan dengan bijak dan moderat, Jum’at (25/2).

Guru Besar UINSI tersebut utarakan pendapatnya tentang SE Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 yang semata-mata demi kemaslahatan umat.

“Seruan azan, selawat, tarhim, dan puiian-pujian sejenisnya adalah salah satu bentuk syi’ar keislaman Nusantara. Namun, kita perlu pahami syi’ar dapat menggunakan banyak sekali metode tanpa menimbulkan potensi gangguan sosial ditengah masayarakat Indonesia yang beragam. Sehingga, untuk kemaslahatan dan ketertiban sosial perlu diatur potensi suara dari masjid, langgar, dan/atau musala dengan suara yang tidak lebih dari 100 desibel,” tuturnya.

Surat Edaran Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 ini juga dipandang bukan sebagai sesuatu yang baru. Pasalnya, pengaturan pengeras suara ini telah ada sejak tahun 1987 dan telah disetujui oleh ijtima komisi fatwa MUI pada 2021 lalu.

Tidak hanya itu, pengaturan suara azan juga telah diterapkan pada sejumlah negara seperti, Malaysia, Arab Saudi, India, Mesir, dan Turki dengan maksud serta tujuan yang sama.

Prof. Ilyasin menyampaikan bahwa kebijakan mengatur pengeras suara adalah sebagai upaya untuk meningkatkan keharmonisan antarumat beragama serta sebagai langkah nyata Kementerian Agama RI dalam menyuarakan moderasi beragama.

“SE Nomor 5 Tahun 2022 ini bukanlah suatu larangan tapi pengaturan tentang volume penggunaan pengeras suara pada masjid, langgar, dan atau musala. Aturan ini juga telah diberlakukan pada sejumlah negara-negara multi agama untuk menjaga keseimbangan. Jadi menurut saya, statemen Gus Menag tidak bermaksud menistakan atau membandingkan suara azan dengan hal yang tidak semestinya, namun hanya menegaskan pentingnya kerukunan dan penghormatan terhadap perbedaan.”

“Terkait kontroversi aturan ini menurut saya juga disebabkan karena adanya penyampaian informasi yang kurang sesuai dan terlanjur viral di tengah masyarakat. Hal ini menjurus pada adanya upaya framing statement dari beberapa pihak yang kemudian malah memperkeruh situasi, padahal suasana guyub rukun saat ini lebih terjalin hingga di level civil society,” tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, Prof. Ilyasin juga mengajak kelompok masyarakat untuk terus menjunjung tinggi nilai-nilai keadaban dan kesantunan yang dimulai dari tetangga kanan kiri sebagaimana yang disampaikan Menag.

“Masyarakat Indonesia yang plural ini secara fitrah bersikap toleran kepada sesama warga bangsa. Mari menyikapi dengan bijak dan tidak terbawa arus kesalahpahaman yang justru merugikan kita semua. Masyarakat muslim Kalimantan Timur akan terus menjaga toleransi untuk kemajuan peradaban Indonesia dan UINSI Samarinda siap menyuarakan nilai-nilai moderasi beragama,” tutupnya. (humas/ns)

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»