Skip to content

Kajian Ba’da Zuhur Berkah Ramadhan 1443 H, Prof. Zur Bahas Ketundukan Vertikal dan Dialektika Horizontal Takwa

SAMARINDA, UINSI NEWS,- Prof. Dr. Zurqoni, M.Ag., Wakil Rektor II UINSI Samarinda hadir sebagai narasumber pada kajian ba’da zuhur program Berkah Ramadhan 1443 H di Masjid SAM Sulaiman UINSI Samarinda dengan membawakan tausiah yang bertema “Taqwa”, Selasa (5/4).Disampaikan oleh Prof. Zur bahwa takwa didalam Al-Qur’an, dengan berbagai konteks dan lafadz, disebut sebanyak 259 kali dan yang lebih banyak adalah seruan atau perintah kepada hamba yang beriman untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan.

“Jika disebut sebanyak kurang lebih 259 kali, itu artinya bahwa takwa itu penting dan menjadi penekanan bagi kehidupan kita sebagai umat Islam dan orang yang beriman,” ucapnya.

“Takwa adalah takut kepada Allah Swt. dengan pengakuan superioritas Allah, taat dan mau beribadah dengan niat karena Allah Swt. Secara terminologi takwa adalah takut kepada Allah Swt berdasarkan kesadaran dengan mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya,” lanjutnya.

Bertakwa memiliki kebaikan baik disisi Allah maupun disisi manusia karena ketakwaan itu memiliki dimensi ketundukan vertikal dan dialektika horizontal, ternyata takwa itu memiliki dimensi kehidupan akhirat maupun duniawi.

“Pada dimensi kehidupan ukhrawi, berdasarkan Q.S. Al-Asr ayat 18, kita sebagai orang yang beriman diperintahkan oleh Allah Swt. untuk bertakwa dan membekali diri. Kita punya kehidupan jangka panjang dan jangka pendek, kehidupan dunia dan akhirat yang nanti siapapun akan mengarunginya.”

“Kehidupan diibaratkan sebuah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dengan menempuh rute tertentu, pasti kita harus memiliki peralatan dan perbekalan sehingga sampai ke tujuan. Demikian pula dengan kehidupan kita, kita juga memerlukan bekal dan bekal yang terbaik adalah dengan bertakwa pada Allah Swt.” jelasnya.

Lebih lanjut, Prof. Zur sampaikan bahwa hidup didunia ini memiliki berbagai macam rintangan, tidak selalu linier dan dengan bertakwa maka hamba akan diberikan kemudahan oleh Allah Swt. Oleh karena itu, takwa menjadi poin penting bagi muslim dalam mengarungi dunia ini.

“Berikutnya, dalam kehidupan ini setap individu manusia memiliki kadar rezeki yang berbeda-beda sesuai profesinya, tetapi orang yang bertakwa itu mendapatan rezeki yang tidak disangka. Rezeki bukan hanya gaji, tapi bisa penghasilan dan mungkin pula rezeki yang kita terima sebagai orang bertakwa bukan hanya uang, tapi kesehatan, dan lain-lain.”

Lebih lanjut, berdasarkan Q.S. Ali-Imran Ayat 143-145, karakter orang yang bertakwa diantaranya adalah ringan tangan, mampu menahan amarah, mudah memaafkan, dan selalu berbuat baik.

“Ringan tangan artinya memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Kemudian, mampu menahan amarah dan emosi. Dalam perspektif medis, ternyata marah itu memiliki dampak yang buruk pada kesehatan. Marah meningkatkan resiko penyakit jantung, meningkatkan terjadinya strok, menurunkan kekebalan atau daya tahan tubuh, memperburuk kecemasan, dan merusak paru-paru. Oleh karena itu, menahan amarah selain semakin mendekatkan ketakwaan kita pada Allah tapi juga bisa menghindarkan diri dari dampak buruk kesehatan.”

“Karakteristik yang ketiga, mudah memaafkan. Tidak ada slogan tiada maaf bagimu bagi seorang muslim, Itu bukan slogan orang yang bertakwa. Lagi-lagi dalam perspektif medis, ternyata orang yang mudah memaafkan itu memiliki efek yang baik bagi kesehatan bahkan bisa memperpanjang umur karena bisa memperkuat sistem kekebalan tubuhnya akibat tidak memendam emosi.”

“Keempat, selalu berupaya berbuat baik. Jadi, ketika apabila orang itu melakukan perbuatan maksiat atau dosa, atau mengalami depresi, dia tidak memilih untuk melampiaskan dengan menyakiti diri sendiri, tapi orang bertakwa memilih untuk bertobat dan mendekatkan diri pada Allah Swt.”

Tak hanya itu, Prof. Zur juga jelaskan bahwa dalam diri seseorang ada kesadaran diri atau consciousness.

“Consciousness adalah rasa tahu diri yang tidak bisa dipungkiri oleh kita. Ketika misalnya kita melakukan kebaikan-kebaikan, maka akan timbul rasa yang bisa menjadikan kita lebih baik dan mendekatkan diri pada Allah Swt. Sebaliknya, ketika kita melakukan perbuatan dosa atau yang dilarang oleh Allah, maka ada muncul rasa berdosa atau bersalah,” jelasnya.

Prof. Zur jadikan contoh orang yang sengaja tidak berpuasa sebagai contoh.

“Misal kita tidak melakukan puasa karena suatu hal dan tentu orang lain tidak tahu jika tidak kita beri tahu, tapi kita dan Allah tahu. Karena ketidaktahuan orang-orang bahwa kita sebenarnya tidak berpuasa, diundanglah kita untuk menghadiri buka bersama. Pada saat itu, pasti ada rasa tidak nyaman karena kita tahu kita tidak berpuasa dan tidak seharusnya ikut buka bersama. Itu adalah consciousness dan itu tidak bisa dihindari oleh kita semua,” tambahnya.

“Mudah-mudahan kita senantiasa diberi kemudahan untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya dan kita masuk kedalam kategori hambanya yang bertakwa,” tutupnya.

(Humas)

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»