Oleh : Wahdatun Nisa
“Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman yang berbeda dari zamanmu.” ( Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA)
Nasihat agung ini mengandung makna yang sangat dalam dan mengingatkan kita bahwa pola pengasuhan tidak bisa stagnan karena setiap zaman melahirkan tantangan yang berbeda. Anak-anak masa kini hidup di tengah gempuran teknologi, kecanggihan kecerdasan buatan, arus informasi yang masif, serta tekanan sosial yang tak kasat mata. Jika pengasuhan tetap bersandar pada pola lama yang kaku, maka bukan hanya anak yang akan tertekan, orang tua pun akan kehilangan arah. Di sinilah relevansi tuntunan Sayyidina Ali bin Abi Thalib tersebut menemukan tempatnya. Namun, satu hal yang tetap tak berubah adalah peran mendasar orang tua sebagai pendidik pertama dan utama.
Di tengah derasnya arus perubahan zaman peran orang tua sebagai pendidik utama semakin krusial. Model pengasuhan konvensional yang bersifat otoriter atau permisif kini mulai banyak ditinggalkan. Salah satu pendekatan yang muncul dan mendapat perhatian dalam dunia pengasuhan keluarga modern adalah Lighthouse Parenting, yakni pola asuh yang menyeimbangkan cinta dan kendali, bimbingan dan kebebasan. Menariknya, nilai-nilai Lighthouse Parenting sejatinya telah lama tertanam dalam ajaran Islam. Islam memandang anak sebagai amanah dari Allah, bukan kepemilikan mutlak orang tua. Maka, tugas utama orang tua adalah menjadi pembimbing yang sadar akan tanggung jawabnya di hadapan Allah, bukan sekadar penjaga atau pengontrol.
Mengenal Lighthouse Parenting
Lighthouse Parenting adalah konsep pengasuhan yang pertama kali dipopulerkan oleh Dr. Kenneth R. Ginsburg, seorang dokter anak dan pakar perkembangan remaja. Ia menggambarkan peran orang tua sebagai mercusuar: berdiri kokoh, memberi cahaya, dan menjadi titik referensi yang stabil saat anak menjelajahi lautan kehidupan mereka sendiri. Orang tua tidak harus terus berada di samping anak, tetapi harus selalu bisa diandalkan saat dibutuhkan. Model ini menyeimbangkan antara cinta kasih dan batasan. Anak diberikan ruang untuk tumbuh dan belajar dari kesalahan, tetapi tetap dalam bimbingan dan pantauan orang tua yang penuh perhatian.
“Our job as parents is to be the lighthouse. A stable on the shoreline, from which our children can safely navigate”— Dr. Kenneth Ginsburg, Raising Kids to Thrive
Dengan pendekatan ini, orang tua: (1) Menjadi penunjuk arah yang aman dan konsisten, tanpa mengendalikan arah kapal (anak), (2) Hadir sebagai figur yang dapat diandalkan, terutama di saat anak menghadapi badai, (3) Membangun koneksi emosional yang hangat dan kokoh. (4) Menjadi teladan, bukan sekadar pemberi perintah.
Dalam pengasuhan, orang tua bukanlah pengendali atau “kapten kapal” yang mengarahkan setiap gerakan anak secara ketat. Sebaliknya, orang tua berperan sebagai mercusuar yang memberi cahaya dan arah, membimbing anak agar tetap pada jalurnya, namun tetap memberikan ruang bagi anak untuk tumbuh dan belajar secara mandiri.
Anak-anak zaman sekarang hidup di dunia yang sangat berbeda dibandingkan zaman dulu. Mereka menghadapi tantangan yang lebih beragam dan kompleks seperti tekanan akademik, bullying, pengaruh media sosial, dan perubahan sosial yang cepat. Dalam situasi seperti ini, pengasuhan yang terlalu mengontrol bisa membuat anak jadi takut mengambil risiko dan kurang percaya diri. Sebaliknya, pengasuhan yang terlalu membebaskan bisa membuat anak kehilangan arah dan kurang disiplin.
Menjadi Cahaya untuk Menjaga Amanah
Dalam pandangan Islam, anak bukanlah milik orang tua sepenuhnya, melainkan amanah dari Allah SWT yang harus dijaga dan dipertanggungjawabkan. Amanah ini menuntut perhatian, kasih sayang, serta pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai tauhid dan akhlak mulia. Mendidik anak bukan hanya soal memenuhi kebutuhan fisik, tapi juga menanamkan keimanan dan menjaga kesucian fitrahnya sebagai bentuk tanggung jawab spiritual yang besar.
Konsep Lighthouse Parenting yang menggambarkan peran orang tua sebagai mercusuar sejatinya selaras dengan ajaran Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan :
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS. At-Tahrim: 6)
Ayat ini mengandung tanggung jawab moral dan spiritual: orang tua wajib menjaga anak-anak dari kerusakan akidah, moral, dan akhlak. Konsekuensinya, orang tua harus membekali diri dengan pengetahuan dan kearifan dalam mendidik, sesuai zaman dan tantangan anak-anaknya. Imam Al-Ghazali menyebut anak sebagai ladang suci yang siap ditanami nilai-nilai. Artinya, orang tua dalam Islam bukan sekadar pengawas, tapi pembimbing aktif yang menjadi teladan dan sumber cahaya dalam mendidik anak.
Sayangnya, masih banyak pola pengasuhan yang mengakar pada rasa kepemilikan berlebihan terhadap anak: menuntut tanpa mendengar, mengekang tanpa membimbing. Padahal dalam pandangan tauhid, hanya Allah yang memiliki manusia seutuhnya. Orang tua hanyalah penjaga amanah yang harus menjaga, mengarahkan, dan akhirnya merelakan. Lighthouse Parenting menawarkan jalan tengah yang seimbang: orang tua menjadi penuntun yang bijak dan anak diberi kebebasan yang terarah untuk tumbuh dan belajar. Tegas namun tenang, hangat tapi tidak permisif, dan hadir secara emosional dalam pertumbuhan anak.
Orang tua bukan hanya pendidik, tetapi penjaga fitrah yang Allah titipkan dalam diri setiap anak. Fitrah itu adalah cahaya keimanan, potensi kebaikan, dan kesucian hati yang harus dijaga dan diarahkan. Dalam Islam, peran ini bukanlah tugas sampingan, melainkan amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Seperti mercusuar yang setia menerangi pelayaran, orang tua dituntut untuk terus hadir untuk membimbing dengan kasih, mengarahkan dengan bijak, dan menginspirasi dengan keteladanan agar anak tumbuh sesuai dengan fitrahnya dan siap menapaki jalan hidup sebagai hamba Allah yang mulia.
Sebagai penutup, penting disadari bahwa orang tua adalah penjaga fitrah anak yaitu potensi suci dan lurus yang telah Allah tanamkan sejak lahir. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, tugas orang tua bukan sekadar membesarkan, tetapi membimbing agar cahaya fitrah itu tetap menyala dan tidak tertutup oleh gelapnya kehidupan. Dengan menjadi lighthouse dalam keluarga yang penuh cinta, arahan, dan keteladanan, orang tua turut menjaga amanah Ilahi sekaligus menyiapkan generasi rabbani yang kokoh iman, akhlak, dan jati dirinya.
Semoga para orang tua dapat menjadi mercusuar yang tidak hanya menerangi anak-anaknya, tapi juga menjadi cahaya peradaban masa depan.