SAMARINDA, UINSI NEWS,- Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) bersama Pusat Studi (PSLD) UINSI Samarinda sukses gelar webinar dengan tema “Sinergi Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi dalam Pengarusutamaan Gender dan Sosial Inklusi” secara daring melalui zoom meeting. Senin (7/11).
Webinar yang merupakan wujud kepedulian lembaga pada gender, anak, dan anak berkebutuhan khusus ini menghadirkan Kepala Bidang Kesetaraan Gender Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalimantan Timur, Dra. Hj. Dwi Hartini, M.Pd. serta Sub Koordinator Kurikulum dan Penilaian Bidang Pembinaan Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur, Sapi’i, M.Pd. sebagai narasumber.
Webinar yang diikuti oleh 70 peserta ini dibuka langsung oleh Wakil Rektor I UINSI Samarinda, Prof. Dr. Muhammad Nasir, M.Ag. Dalam sambutannya, Prof. Nasir sampaikan bahwa untuk mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia sengat diperlukan kontribusi aktif dari berbagai pihak terutama Lembaga Pendidikan tinggi.
Prof. Nasir juga sebut UINSI sebagai Universitas Islam Negeri satu-satunya di Kaltim dan Kaltimtara sangat peduli dan akan ikut memperjuangkan kesetaraan gender serta perlindungan anak dan perempuan.
Melalui webinar ini, Rumainur, M.Pd., Kepala Pusat Studi Gender dan Anak UINSI sampaikan harapan agar pemerintah daerah dan Perguruan Tinggi dapat bersinergi serta membangun kerja sama dalam mendukung kegiatan di Perguruan Tinggi dalam rangka mendukung Perguruan Tinggi yang responsif gender dan sosial inklusi.
Rumainur juga jelaskan webinar ini merupakan sarana edukasi bagi mahasiswa tentang gender dan sosial inklusi serta bertujuan untuk memperkuat UINSI dalam mewujudkan perguruan tinggi yang aman dan nyaman tanpa kesenjangan gender, kekerasan seksual bagi perempuan, laki-laki, anak bahkan mahasiswa berkebutuhan khusus sekalipun serta pemenuhan hak pendidikan dan layanan bagi mahasiswa difabel, sehingga terwujudnya lingkungan sosialisasi inklusif di UINSI Samarinda.
“Besar harapan kami untuk dapat mewujudkan perguruan tinggi yang ramah dan nyaman serta aman bagi perempuan dan anak tak terkecuali laki-laki hingga anak berkebutuhan khusus,” ucapnya.
Dimoderatori oleh Kapus PSLD Indriana Rahmawati, M.Pd, Dra. Hj. Dwi Hartini, M.Pd. sampaikan Pengarus Utamaan Gender (PUG) sebagai suatu strategi yang bertujuan mewujudkan terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksana, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Membahas lebih lanjut terkait kesetaraan gender, Hj. Dwi jelaskan bahwa Pemprov. Kaltim sudah mendukung keseteraan gender dimana tertuang pada Misi Pertama Gubernur Kaltim, yaitu Berdaulat dalam Pembangunan SDM yang Berakhlak Mulia dan Berdaya Saing, terutama Perempuan, Pemuda, dan Penyandang Disabilitas.
Hal ini menjadi bukti langkah-langkah proaktif pemerintah daerah untuk mendorong pembangunan yang responsif gender dimana terdapat satu barometer yang bisa menjadi indikator keberhasilan kesetaraan gender.
Hj. Dwi juga tekankan pentingnya proses internalisasi dalam pengajaran di universitas yang akan berdampak positif bagi mahasiswa.
“Pengarusutamaan kesetaraan gender di perguruan tinggi memerlukan komitmen. Harus ada arah kebijakan yang tertuang pada renstra UINSI dan prinsip-prinsip anti kekerasan seksual sudah harus ada di UINSI. Apa lagi Kementerian Agama telah menerbitkan Permenag Nomor 73 tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama,” jelasnya.
“Dengan adanya internalisasi nilai-nilai kesetaraan gender dan anti kekerasan seksual ini, harapannya tidak akan ada pelaku kekerasan seksual di sivitas akademika,” tambahnya.
Dwi Hartini juga tegaskan sangat diperlukan dukungan semua pihak secara konsisten karena konsep kesetaraan gender menempatkan perempuan, laki-laki dan semua komunitas etnis, kasta, kelas sosial ekonomi, usia, kelompok difabel, lansia, terpencil sama dalam hak, tanggungjawab, akses, kesempatan untuk mengembangkan kemampuan pribadi mereka, serta hak untuk dihargai dan diterima secara merata.
Selain itu, PUG di Kalimantan Timur harus dijalankan secara intensif untuk menjawab secara adil kebutuhan setiap warga negara, baik gender dan kelompok inklusi menuju keadilan dan kesetaraan gender mulai dari akses, partisipasi, kontrol dan manfaat.
Sementara itu, Sapi’i, M.Pd. pada forum yang sama jelaskan lebih mendalam tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus atau pendidikan inklusif, terutama mahasiswa berkebutuhan khusus di Perguruan Tinggi.
Sapi’i jelaskan mahasiswa berkebutuhan khusus sebagai mahasiswa yang mengalami hambatan perkembangan, hambatan belajar, dan memiliki kebutuhan khusus dalam pendidikan karena faktor internal (permanen), eksternal (temporer) dan kombinasi dari keduanya sehingga diperlukan adaptasi dalam pembelajaran.
Lebih lanjut, Sapi’i sebut 10 kriteria mahasiswa berkebutuhan khusus, yaitu mahasiswa yang memiliki hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, hambatan intelektual, hambatan fisik dan motorik, autistik/hiperaktif, hambatan emosi/perilaku, hambatan majemuk, lambal belajar, berkesulitan belajar, dan/atau cerdas istimewa dan berbakat.
Dalam pemaparan materinya, Sapi’i berharap Perguruan Tinggi (PT) dapat mendukung penyandang disabilitas yang sudah menyelesaikan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK/MA) dengan memberikan kesempatan belajar di Perguruan Tinggi, membuka akses pendidikan, layanan, dan juga mempersiapkan lingkungan inklusif yang ramah dan akomodatif bagi mereka.
Konsep pendidikan Inklusif adalah pemberlakuan kurikulum yang beradaptasi pada peserta didik/mahasiswa bukan peserta didik/mahasiswa yang beradaptasi dengan kurikulum, tutupnya. Melalui konsep ini, Perguruan Tinggi diharapkan dapat menjadi lembaga pembelajaran yang ramah, nyaman, dan aman bahkan bagi mahasiswa berkebutuhan khusus. (Humas, PSGA, PSLD, ns)