Istisghar, Istibsyar, Ightirar, dan Istirar
Kehidupan manusia di dunia adalah ujian yang menentukan nasibnya di akhirat. Dalam perjalanan hidup ini, manusia sering dihadapkan pada berbagai cobaan, baik dalam bentuk kesenangan maupun kesulitan. Islam memberikan bimbingan agar manusia tidak terjebak dalam sikap yang dapat menyesatkannya, seperti istisghar, istibsyar, ightirar, dan istirar. Keempat hal ini merupakan kondisi jiwa yang dapat menjauhkan seseorang dari kebenaran dan membawanya pada kehancuran. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan menghindarinya.
1. Istisghar: Meremehkan dan Menganggap Kecil Perintah Allah
Istisghar berasal dari kata istighrar, yang berarti menganggap sesuatu kecil atau remeh. Dalam kehidupan beragama, istisghar adalah sikap meremehkan perintah Allah SWT dan menganggapnya tidak penting. Orang yang terjebak dalam istisghar sering kali tidak peduli dengan dosa kecil, menganggap ibadah tidak terlalu penting, serta menganggap remeh hukum Allah.
Allah SWT berfirman: dalam Surat Al-Kahfi Ayat 49
وَوُضِعَ ٱلْكِتَـٰبُ فَتَرَى ٱلْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَـٰوَيْلَتَنَا مَالِ هَـٰذَا ٱلْكِتَـٰبِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةًۭ وَلَا كَبِيرَةً إِلَّآ أَحْصَىٰهَا ۚ وَوَجَدُوا۟ مَا عَمِلُوا۟ حَاضِرًۭا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًۭا
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:
“Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang-orang yang berdosa ketakutan terhadap apa yang tertulis di dalamnya, dan mereka berkata, ‘Betapa celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan yang besar, melainkan ia mencatat semuanya?’ Dan mereka mendapati semua yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang pun.” (QS. Al-Kahfi: 49)
Sikap istisghar sangat berbahaya karena dapat membuat seseorang terbiasa dengan maksiat. Awalnya mungkin hanya meninggalkan shalat satu kali, kemudian menjadi kebiasaan. Awalnya mungkin hanya berkata bohong kecil, lalu berlanjut menjadi kebiasaan berdusta. Oleh karena itu, setiap muslim harus menyadari bahwa sekecil apa pun dosa tetap harus dihindari.
2. Istibsyar: Terlalu Bangga dan Berlebihan dalam Rasa Optimisme
Istibsyar berasal dari kata basyarah, yang berarti gembira atau optimis. Dalam Islam, optimisme memang dianjurkan, tetapi ketika berlebihan hingga melupakan realitas, maka ini menjadi berbahaya. Istibsyar dalam konteks negatif adalah sikap terlalu percaya diri atau terlalu yakin tanpa memperhitungkan akibatnya.
Allah SWT mengingatkan dalam Al-Qur’an:“Janganlah engkau terlalu gembira (berlebihan), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu berlebihan dalam kegembiraan.” (QS. Al-Qasas: 76)
Contoh sikap istibsyar yang berbahaya adalah ketika seseorang merasa sangat yakin akan keberhasilannya tanpa berusaha atau tanpa berdoa kepada Allah. Mereka lupa bahwa semua keberhasilan datang dari Allah, bukan semata-mata dari kemampuan diri sendiri. Oleh karena itu, seorang muslim harus selalu bersikap optimis, tetapi tetap rendah hati dan tidak melupakan usaha serta doa.
3. Ightirar: Terpedaya oleh Dunia dan Melupakan Akhirat
Ightirar berasal dari kata gharar, yang berarti tertipu atau terpedaya. Ightirar adalah kondisi di mana seseorang tertipu oleh kehidupan dunia, merasa nyaman dengan segala kenikmatannya, lalu melupakan akhirat. Orang yang terjebak dalam ightirar sering kali merasa aman dari azab Allah dan menganggap dunia sebagai tujuan utama hidup.
Allah SWT memperingatkan dalam Al-Qur’an:يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمْ وَٱخْشَوْا۟ يَوْمًۭا لَّا يَجْزِى وَالِدٌ عَن وَلَدِهِۦ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَن وَالِدِهِۦ شَيْـًۭٔا ۚ إِنَّ وَعْدَ ٱللَّهِ حَقٌّۭ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِٱللَّهِ ٱلْغَرُورُ
Terjemahan:
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah pada hari ketika seorang ayah tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak dapat menolong ayahnya sedikit pun. Sungguh, janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS. Luqman: 33).
Ightirar sering terjadi ketika seseorang terlalu sibuk mengejar harta, pangkat, dan jabatan tanpa peduli pada halal-haramnya. Mereka mungkin merasa bahwa mereka sukses di dunia, tetapi sesungguhnya mereka telah gagal di akhirat. Oleh karena itu, Islam mengajarkan keseimbangan antara dunia dan akhirat, sehingga manusia tidak tertipu oleh kesenangan sementara.
4. Istirar: Keadaan Hati yang Keras dan Tidak Mau Bertaubat
Istirar adalah kondisi di mana seseorang terus-menerus berada dalam dosa dan maksiat tanpa merasa bersalah atau ingin bertaubat. Ini adalah keadaan yang sangat berbahaya karena hati telah mengeras dan sulit menerima kebenaran.
Allah SWT berfirman:ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِىَ كَٱلْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةًۭ ۚ وَإِنَّ مِنَ ٱلْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ ٱلْأَنْهَـٰرُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ ٱلْمَآءُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ ٱللَّهِ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَـٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Terjemahan:
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu ada yang mengalir sungai-sungai darinya, dan ada pula yang terbelah lalu keluarlah air darinya, dan ada pula yang jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 74)
Istirar sering terjadi ketika seseorang terbiasa dengan dosa sehingga tidak lagi merasa bersalah. Misalnya, seseorang yang terbiasa mencuri, berdusta, atau berbuat zalim akan menganggap perbuatannya biasa saja. Jika dibiarkan, hati akan semakin keras dan sulit untuk menerima hidayah.Cara menghindari istirar adalah dengan senantiasa melakukan muhasabah (introspeksi diri), memperbanyak dzikir, dan selalu memohon ampun kepada Allah.
Hati yang lembut adalah hati yang selalu takut kepada Allah dan mudah tersentuh dengan ayat-ayat-Nya. Kehidupan Manusia seharusnya Lestarikan: Muhasabah, Muraqobah, Taubat, Mujahadah, dan Taqarrub Ilallah.
Dalam kehidupan, manusia sering kali dihadapkan pada berbagai ujian, tantangan, dan godaan yang dapat menjauhkannya dari jalan yang lurus. Islam memberikan konsep-konsep spiritual yang menjadi panduan agar manusia tetap dalam kebaikan dan selalu dekat dengan Allah SWT. Beberapa konsep tersebut adalah muhasabah, muraqobah, taubat, mujahadah, dan taqarrub ilallah. Masing-masing memiliki makna dan peran penting dalam membentuk kepribadian muslim yang bertakwa serta menjadikan kehidupannya lebih bermakna.
1. Muhasabah: Evaluasi Diri untuk Perbaikan
Muhasabah berasal dari kata ḥisāb, yang berarti perhitungan. Dalam konteks kehidupan, muhasabah adalah refleksi diri atau introspeksi terhadap perbuatan yang telah dilakukan, baik dalam hubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia.Seorang muslim dianjurkan untuk senantiasa melakukan muhasabah agar dapat mengetahui kekurangan dan kesalahan yang telah diperbuat.
Dalam Al-Qur’an,Allah berfirman
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْتَنظُرْ نَفْسٌۭ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۢ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۭ بِمَا تَعْمَلُونَ
Terjemahan
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Muhasabah membantu seseorang untuk menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, serta meningkatkan amal kebaikan. Orang yang selalu bermuhasabah akan lebih bijak dalam bertindak dan lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupannya.
2. Muraqobah: Kesadaran Akan Pengawasan Allah
Muraqobah berasal dari kata raqaba, yang berarti mengawasi atau memperhatikan. Dalam konteks spiritual, muraqobah berarti kesadaran bahwa Allah SWT selalu mengawasi setiap amal perbuatan manusia. Konsep ini mengajarkan bahwa manusia tidak pernah lepas dari penglihatan Allah, baik dalam keadaan sendiri maupun di tengah keramaian.
Allah SWT berfirman:
..وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌۭ
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid: 4)
Dengan muraqobah, seorang muslim akan selalu merasa terikat dengan nilai-nilai ketakwaan, menjauhi maksiat, dan senantiasa berbuat baik. Seseorang yang memiliki kesadaran muraqobah yang tinggi akan merasa malu berbuat dosa dan selalu terdorong untuk memperbanyak amal saleh.
3. Taubat: Kembali kepada Allah dengan Penyesalan
Taubat adalah kembalinya seorang hamba kepada Allah SWT setelah melakukan dosa dan kesalahan. Dalam Islam, taubat bukan sekadar permohonan ampun, tetapi juga harus disertai dengan niat kuat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Allah SWT berfirman:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةًۭ نَّصُوحًۭا
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya (taubat nasuha).” (QS. At-Tahrim: 8)
Taubat yang diterima Allah adalah yang dilakukan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Ada beberapa syarat taubat yang diterima, yaitu:
1. Menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan.
2. Berhenti dari perbuatan dosa tersebut.
3. Berkomitmen untuk tidak mengulangi dosa di masa depan.
4. Memperbaiki dampak dari dosa tersebut jika berkaitan dengan hak orang lain.
Orang yang bertaubat dengan sungguh-sungguh akan merasakan ketenangan batin dan mendapatkan kasih sayang Allah, karena Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
4. Mujahadah: Perjuangan Melawan Hawa Nafsu
Mujahadah berasal dari kata jihad, yang berarti bersungguh-sungguh dalam berusaha. Dalam konteks spiritual, mujahadah adalah perjuangan seorang muslim dalam melawan hawa nafsu dan keburukan yang ada dalam dirinya. Ini merupakan bagian dari jihad akbar, yaitu jihad melawan diri sendiri agar tetap berada di jalan yang benar.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ
Artinya: “Seorang mujahid adalah orang yang berjuang melawan hawa nafsunya dalam ketaatan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)
Mujahadah melibatkan upaya konsisten dalam memperbaiki diri, seperti:
• Menjaga diri dari godaan maksiat.
• Meningkatkan kualitas ibadah.
• Menghindari sifat-sifat buruk seperti sombong, iri hati, dan dengki.
• Mengutamakan kepentingan akhirat dibanding dunia.
Dengan mujahadah, seorang muslim akan semakin dekat dengan Allah dan mendapatkan ketenangan dalam hidupnya.
5. Taqarrub Ilallah: Mendekatkan Diri kepada Allah
Taqarrub ilallah berarti upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan berbagai amal ibadah dan kebaikan. Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman lebih kuat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)
Ada banyak cara untuk melakukan taqarrub ilallah, antara lain:
• Mengerjakan ibadah wajib dengan sempurna, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadan, zakat, dan haji bagi yang mampu.
• Menambah ibadah sunnah, seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dzikir, dan membaca Al-Qur’an.
• Menyebarkan kebaikan dan membantu sesama, karena Islam mengajarkan bahwa amal sosial juga merupakan bentuk ibadah.
• Menjaga hati dari penyakit hati seperti riya’ (pamer), hasad (iri), dan sum’ah (ingin dipuji).
Taqarrub ilallah menjadikan hidup lebih bermakna, penuh dengan ketenangan, serta selalu dalam lindungan dan rahmat-Nya.
Kesimpulan
Kehidupan manusia harus senantiasa dijaga agar tidak terjerumus dalam kesalahan yang dapat menghancurkan dirinya, baik di dunia maupun di akhirat. Istisghar, istibsyar, ightirar, dan istirar adalah empat hal yang harus dihindari karena dapat menjauhkan seseorang dari Allah.
1. Istisghar mengajarkan agar kita tidak meremehkan dosa sekecil apa pun.
2. Istibsyar mengajarkan agar kita tetap optimis tetapi tidak berlebihan dalam rasa percaya diri.
3. Ightirar mengingatkan agar kita tidak tertipu oleh kenikmatan dunia dan selalu mengutamakan akhirat.
4. Istirar memperingatkan agar kita tidak terbiasa dalam dosa hingga hati menjadi keras dan sulit menerima hidayah.
Sebagai muslim, kita harus selalu waspada terhadap hal-hal ini dan senantiasa memohon kepada Allah agar diberikan hati yang lembut, akal yang bijak, dan iman yang kuat. Semoga Allah menjaga kita dari sifat-sifat buruk ini dan selalu membimbing kita ke jalan yang benar.
Kehidupan manusia dalam Islam tidak hanya berorientasi pada dunia, tetapi juga akhirat.
Konsep muhasabah, muraqobah, taubat, mujahadah, dan taqarrub ilallah adalah pilar-pilar penting yang membantu seseorang menjalani hidup dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan kedekatan dengan Allah SWT.
Dengan selalu bermuhasabah, seseorang akan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri. Muraqobah akan membuatnya selalu merasa diawasi Allah, sehingga terhindar dari maksiat. Taubat akan menjadi jalan kembali bagi yang pernah tergelincir dalam dosa. Mujahadah akan menjadikannya pejuang dalam melawan hawa nafsu, dan taqarrub ilallah akan membawanya kepada kebahagiaan sejati di dunia maupun akhirat.
Semoga kita semua bisa mengamalkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari dan mendapatkan rahmat serta ampunan dari Allah SWT. Aamiin.