Pancasila, sebagai dasar dan ideologi bangsa Indonesia, bukan sekadar rangkaian kata di buku Sejarah atau pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, bukan pula sekadar teks yang dihafal saat upacara bendera, melainkan Ia adalah roh yang mengalir di dalam setiap denyut nadi rakyat Indonesia. Pancasila adalah nilai dan fondasi dalam berbangsa dan bernegara yang selalu relevan dan lintas zaman.
Namun, seiring zaman yang terus bergulir, tantangan untuk menjaga agar nilai-nilai Pancasila tetap hidup dan relevan pun semakin kompleks. Terlebih dengan kehadiran generasi Z dan Alpha, yang tumbuh dan berkembang di dunia digital penuh inovasi dan kreativitas. muncul pertanyaan besar: masihkah Pancasila punya tempat di hati generasi muda masa kini?
Pancasila : Masih Relevankah bagi Gen Z dan Gen Alpha
Generasi Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga sekitar 2012. Mereka tumbuh bersama perkembangan media sosial, gadget, dan teknologi informasi. Sementara Generasi Alpha lahir setelah 2013, generasi pertama yang sejak bayi sudah mengenal layar sentuh dan dunia digital.
Kedua generasi ini memiliki karakter yang unik: cerdas digital, kreatif, kritis terhadap isu-isu sosial, dan sangat terbuka terhadap keberagaman. Namun mereka juga menghadapi tantangan besar seperti polarisasi informasi, tekanan media sosial, serta krisis identitas budaya akibat globalisasi.
Pancasila masih relevankah bagi mereka ? Jawabannya: sangat relevan. Nilai-nilai Pancasila seperti persatuan, keadilan, kemanusiaan, demokrasi, dan ketuhanan adalah prinsip-prinsip universal yang tetap kontekstual di era apa pun. Hanya saja, pendekatan dalam menyampaikan dan mengamalkan Pancasila perlu disesuaikan dengan karakter generasi ini.
Misalnya, semangat sila kedua tentang “Kemanusiaan yang adil dan beradab” bisa diwujudkan saat Gen Z aktif melakukan kampanye anti-perundungan (bullying), donasi digital untuk korban bencana, atau menyuarakan pentingnya kesehatan mental. Mereka tidak lagi hanya bicara di ruang kelas, tapi juga di TikTok, Instagram, dan YouTube—medium yang justru menjangkau jutaan orang dalam waktu singkat.
Menjaga Pancasila Lewat Konten dan Aksi Nyata
Generasi Z dan Alpha punya kekuatan luar biasa: kemampuan menciptakan dan menyebarkan narasi. Jika dimanfaatkan untuk menyuarakan nilai-nilai Pancasila, dampaknya bisa sangat besar.
Bayangkan jika lebih banyak konten edukatif, kreatif, dan menginspirasi tentang toleransi, gotong royong, atau semangat kebangsaan dibuat dan dibagikan oleh anak muda.
Beberapa contoh nyata sudah terjadi. Ada pelajar yang membuat video animasi tentang pentingnya menghargai perbedaan, ada pula komunitas digital yang mengkampanyekan semangat persatuan antar suku dan agama. Ini adalah bentuk baru pengamalan Pancasila—bukan dalam bentuk pidato atau poster, melainkan konten digital yang hidup dan menyentuh.
Peran Sekolah dan Keluarga Tak Tergantikan
Meskipun digitalisasi memberikan peluang besar, tetap saja peran sekolah dan keluarga sebagai tempat pendidikan nilai tak tergantikan. Sayangnya, kadang Pancasila masih diajarkan sebagai teori hafalan, bukan nilai kehidupan. Inilah yang harus diubah.
Sekolah seharusnya menjadi tempat di mana anak-anak bisa mengalami langsung nilai-nilai Pancasila. Misalnya, melalui musyawarah kelas (sila keempat), kerja bakti dan bakti sosial (sila ketiga), atau penghormatan terhadap keyakinan masing-masing (sila pertama). Keluarga juga harus menjadi teladan utama dalam menanamkan nilai kejujuran, toleransi, dan empati.
Tantangan Nyata di Era Digital
Meski penuh potensi, generasi muda juga rentan terhadap pengaruh negatif: radikalisme digital, hoaks, ujaran kebencian, hingga intoleransi yang terselubung dalam konten-konten viral. Jika tidak dibekali dengan literasi digital dan pemahaman nilai-nilai luhur bangsa, mereka bisa terjebak dalam narasi yang memecah belah.
Inilah pentingnya membangun “filter ideologis” berbasis Pancasila. Bukan untuk membatasi kreativitas mereka, tapi untuk menjadi fondasi moral dalam menghadapi dunia maya yang semakin kompleks. Pancasila harus menjadi kompas etika—menjadi alasan di balik setiap postingan, komentar, dan aksi yang mereka lakukan.
Menjaga Bukan Berarti Menghafal, Tapi Menghidupkan
Generasi Z dan Alpha tidak bisa dijangkau dengan cara-cara lama. Mereka tidak butuh ceramah panjang atau jargon politik. Mereka butuh keteladanan, ruang untuk berkreasi, dan dukungan untuk bergerak. Menjaga Pancasila tidak berarti menghafalnya, tetapi menghidupkannya dalam bentuk yang bisa mereka pahami dan jalankan.
Dan kabar baiknya, mereka siap. Kita sudah melihat banyak anak muda yang menjadi agen perubahan di komunitas, dunia maya, bahkan di panggung internasional. Yang mereka butuhkan hanyalah kepercayaan, bimbingan, dan ruang untuk tumbuh.
Penutup: Masa Depan Pancasila di Tangan Mereka
Pancasila bukan milik masa lalu. Ia adalah warisan yang harus terus dihidupkan, diinterpretasi ulang, dan dijaga agar tetap relevan dengan zaman. Dan hari ini, tongkat estafet itu berada di tangan Generasi Z dan Alpha.
Dengan kreativitas, keberanian, dan semangat mereka, kita boleh berharap bahwa nilai-nilai luhur bangsa ini tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang. Karena menjaga Pancasila adalah tugas bersama—dan bersama merekalah, masa depan bangsa ini dibentuk.
Penulis : Dr. Wahdatun Nisa, M.A. (Wadek III FEBI UINSI)