Skip to content

Hijrah Digital: Menyambut 1 Muharram 1447 H dalam Era Transformasi Teknologi

Tahun baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah kembali datang mengajak umat Islam untuk merenungi nilai spiritual terdalam dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW. Bukan semata tentang perpindahan geografis dari Makkah ke Madinah, hijrah adalah simbol revolusi nilai, keberanian mengambil risiko demi perubahan, serta titik mula peradaban Islam yang inklusif, adil, dan berorientasi pada masa depan.

Namun, jika hijrah pada masa Rasulullah SAW berarti melampaui batas-batas fisik dan sosial demi mewujudkan nilai tauhid di ranah publik, maka hari ini kita dihadapkan pada bentuk hijrah yang berbeda: hijrah digital. Di tengah arus deras teknologi informasi dan revolusi digital, umat Islam ditantang untuk melakukan transformasi diri dan masyarakat dalam menyikapi dunia digital yang kian kompleks.

Teknologi sebagai Medan Baru Hijrah
Transformasi digital telah mengubah cara umat Islam bekerja, belajar, berdakwah, bahkan beribadah. Platform media sosial menjadi mimbar baru; e-commerce menjadi pasar digital umat; dan fintech syariah mulai merambah kantong-kantong ekonomi keumatan. Namun, kemajuan teknologi tidak selalu berjalan seiring dengan kematangan etika. Justru dalam banyak kasus, digitalisasi telah menggeser nilai-nilai moral: dari dakwah yang mencerdaskan menjadi dakwah yang sensasional, dari diskusi ilmiah menjadi debat kusir yang penuh ujaran kebencian.Di sinilah pentingnya menjadikan momen 1 Muharram 1447 H sebagai titik reflektif: sudahkah kita berhijrah secara digital dari pola hidup yang konsumtif menjadi kontributif? Sudahkah teknologi kita arahkan untuk menebar maslahat, bukan sekadar mengikuti tren?

Hijrah digital bukan sekadar adaptasi terhadap kemajuan zaman. Ia adalah ikhtiar untuk menyelaraskan teknologi dengan maqashid syariah, tujuan luhur syariat Islam dalam menjaga agama (hifz al-din), akal (hifz al-‘aql), jiwa (hifz al-nafs), harta (hifz al-mal), dan keturunan (hifz al-nasl).

Kecakapan digital umat harus ditopang oleh literasi etik, spiritual, dan sosial. Bukan sekadar mampu menggunakan gawai atau aplikasi, tetapi mampu mengelola informasi, memfilter narasi, dan menyampaikan pesan Islam dengan adab dan argumentasi yang sehat. Sebab, dunia digital adalah ladang dakwah sekaligus ladang fitnah, tergantung siapa yang menggarap dan untuk tujuan apa.

Dengan teknologi, umat Islam bisa membangun kanal dakwah kreatif, mengembangkan startup berbasis syariah, menguatkan ekonomi wakaf dan zakat, serta menyebarkan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin secara global. Namun, semua itu hanya mungkin jika semangat hijrah benar-benar menjiwai penggunaan teknologi: berpindah dari pasivitas ke produktivitas, dari keluhan ke kontribusi.

Momentum Tahun Baru Islam bukan hanya rutinitas tahunan yang dirayakan dengan pawai dan doa bersama. Ia adalah ajakan untuk bertanya lebih dalam: ke mana arah langkah kita sebagai umat Islam di era disrupsi? Apakah kita akan menjadi pengikut arus digital tanpa arah, ataukah menjadi pembentuk arus baru yang membangun peradaban?

Hijrah digital menuntut keberanian untuk berpindah dari zona nyaman menuju zona tantangan. Ia mengajak kita keluar dari algoritma yang hanya mengulang selera, menuju pemikiran yang memproduksi nilai. Ia bukan sekadar ganti platform atau tren konten, tetapi membangun identitas digital yang mencerminkan akhlak mulia, wawasan luas, dan tanggung jawab sosial.

Merayakan Tahun Baru Islam dengan Arah Baru
1 Muharram 1447 H bukan sekadar angka dalam kalender, melainkan panggilan untuk berpindah, bukan hanya dalam ruang, tetapi dalam cara berpikir dan bertindak. Di tengah zaman yang ditandai oleh kecepatan, kecanggihan, dan kekacauan informasi, umat Islam justru dituntut untuk hadir sebagai pelita yang menuntun, bukan sekadar menjadi penonton yang terombang-ambing.

Maka, mari kita maknai hijrah sebagai proses transformasi berkelanjutan menuju kehidupan yang lebih bermakna, inklusif, dan berdampak. Hijrah digital bukan tujuan akhir, melainkan jalan menuju peradaban Islam yang tercerahkan, peradaban yang tidak hanya memanfaatkan teknologi, tetapi juga memanusiakan manusia di tengah teknologi.

Selamat Tahun Baru Islam 1447 H. Saatnya berhijrah, secara spiritual dan digital.

Penulis: Dedy Mainata, S.E., M.Ag. (Dosen FEBI UINSI)

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»