Ibu, Perempuan dan Peradaban: Mengapa Islam Meninggikan Derajatnya

Oleh : Dr. Wahdatun Nisa M.A (Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UINSI Samarinda)

Dalam tradisi pemikiran Islam dikenal sebuah ungkapan, “An-nisā’ ‘imādul bilād”—perempuan adalah tiang negara. Ungkapan ini menggambarkan betapa besar peran perempuan dalam menentukan arah dan kualitas sebuah peradaban.

Islam sejak awal telah menempatkan perempuan pada posisi yang terhormat. Al-Qur’an menegaskan kemuliaan manusia tanpa membedakan jenis kelamin (QS. Al-Isra’: 70), dan secara khusus mengingatkan tentang beratnya perjuangan seorang ibu sejak mengandung hingga menyusui (QS. Luqman: 14). Nabi Muhammad ﷺ pun menegaskan hal itu ketika menyebut ibu sebagai sosok yang paling berhak mendapatkan penghormatan dan bakti, bahkan hingga tiga kali sebelum ayah (HR. Bukhari dan Muslim). Semua ini menunjukkan bahwa pemuliaan terhadap ibu dalam Islam bukanlah romantisme, melainkan kesadaran akan perannya yang sangat menentukan masa depan generasi.

Kesadaran inilah yang mengantar kita pada pertanyaan yang lebih mendasar: mengapa Islam begitu meninggikan derajat ibu dan perempuan, serta apa kaitannya dengan peradaban? Dan bagaimana peran strategis perempuan khususnya ibu dapat dibaca dalam konteks tantangan sosial hari ini?
Dengan menelusuri jawaban atas pertanyaan ini, kita akan melihat bahwa memuliakan ibu bukan sekadar urusan keluarga, melainkan inti dari pembangunan sebuah peradaban.

PEREMPUAN DALAM SEJARAH SOSIAL
Sebelum Islam hadir, posisi perempuan di banyak masyarakat Arab kerap direndahkan. Ada praktik sosial yang menyedihkan, seperti penguburan bayi perempuan hidup-hidup, yang menunjukkan rendahnya nilai kemanusiaan terhadap perempuan.

Islam datang sebagai koreksi mendasar. Ia menghapus praktik-praktik yang merendahkan perempuan dan menetapkan hak-hak sosial, ekonomi, dan spiritual yang jelas. Perempuan diberi hak atas pendidikan, kepemilikan harta, dan posisi sosial yang terhormat. Dalam konteks keluarga, ibu tidak hanya menjadi pengurus rumah tangga, tetapi juga sebagai pendidik pertama dan penjaga moral generasi.

Namun, tantangan zaman modern menunjukkan bahwa peran ibu sering direduksi hanya pada produktivitas ekonomi atau urusan domestik. Banyak ibu bekerja keras di luar rumah, di tengah tuntutan karier, pendidikan anak, dan tanggung jawab rumah tangga. Sering kali, perhatian terhadap peran strategis ibu dalam membentuk generasi terlupakan. Inilah konteks sosial yang membuat pembahasan tentang ibu dan perempuan menjadi relevan saat ini.

IBU SEBAGAI PONDASI PERADABAN
Al-ummu madrasatul ūlā (Ibu adalah sekolah pendidikan yang pertama) bagi anak. Dari rahimnya lahir generasi, dan dari pengasuhannya terbentuk karakter, akhlak, dan pemahaman tentang nilai-nilai kehidupan. Kasih sayang, disiplin, kejujuran, tanggung jawab, hingga ketauhidan pertama kali diajarkan oleh ibu di rumah. Peran ini sangat menentukan kualitas individu, yang kemudian akan menjadi anggota masyarakat, pemimpin, guru, bahkan tokoh yang mempengaruhi peradaban.

Seorang anak yang dibesarkan oleh ibu yang sabar, salehah, dan berilmu, cenderung tumbuh menjadi pribadi yang empatik, berpikir kritis, dan berakhlak. Sebaliknya, kurangnya bimbingan ibu dapat berdampak pada krisis moral dan kesulitan sosial. Di sinilah terlihat bahwa ibu bukan sekadar sosok domestik, tetapi aktor strategis yang menentukan masa depan masyarakat.

Hadis Nabi ﷺ yang menempatkan ibu sebagai sosok yang paling berhak mendapatkan bakti menegaskan hal ini. Kesalehan dan pengorbanan seorang ibu tidak hanya berdampak pada keluarga, tetapi pada masyarakat luas. Dengan kata lain, memuliakan ibu adalah investasi untuk membangun peradaban yang beradab.

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN ISLAM
Perempuan, khususnya ibu, juga berperan sebagai agen pendidikan Islam. Pendidikan formal memang penting, tetapi pendidikan pertama dan terpenting terjadi di rumah. Nilai-nilai Islam seperti kejujuran, kesabaran, amanah, dan ketaatan pada Allah pertama kali ditanamkan oleh ibu. Ia juga menanamkan kebiasaan membaca Al-Quran, berdoa, dan membiasakan shalat serta akhlak mulia.

Dalam konteks modern, peran ini semakin krusial. Anak-anak tumbuh di era digital yang penuh pengaruh negatif, mulai dari konten media sosial hingga perilaku konsumtif. Ibu menjadi benteng pertama dalam menanamkan moral dan pendidikan agama yang benar. Tanpa dukungan ibu yang kuat secara iman dan pengetahuan, pendidikan formal di sekolah saja tidak cukup membentuk karakter anak.

Dengan demikian, perempuan yang diberdayakan, berpendidikan, dan berakhlak saleh, tidak hanya mendidik anak biologisnya, tetapi juga berkontribusi pada kualitas generasi dan peradaban secara keseluruhan.

MENGAPA ISLAM MENINGGIKAN DERAJAT IBU
Ada beberapa alasan mengapa Islam secara khusus meninggikan derajat ibu:

Alasan biologis dan fisik. Ibu menanggung beban luar biasa: kehamilan, persalinan, dan menyusui. Al-Quran dalam QS. Luqman: 14 menekankan pentingnya berbakti kepada orang tua, khususnya ibu, karena kesulitan yang dialaminya sejak anak dalam kandungan.

Alasan moral dan Pendidikan. Ibu adalah pendidik pertama anak, dan pendidikan moral dimulai dari rumah. Kualitas seorang ibu menentukan kualitas karakter anak, yang kelak menjadi anggota masyarakat. Seorang ibu yang salehah akan melahirkan generasi yang berakhlak dan beriman, sehingga masyarakat secara keseluruhan ikut terjaga.

Alasan spritual dan sosial. Bakti kepada ibu adalah amal yang sangat dicintai Allah. Dengan menghormati ibu, seorang anak tidak hanya mendapatkan pahala, tetapi juga ikut menjaga ketertiban sosial dan keberlanjutan nilai-nilai Islam dalam masyarakat.

Dengan alasan-alasan ini jelas terlihat bahwa memuliakan ibu adalah bagian dari menjaga peradaban. Tidak berlebihan jika dikatakan, peradaban yang tangguh lahir dari ibu-ibu yang dimuliakan dan diberdayakan.

TANTANGAN DAN RELEVANSI HARI INI
Saat ini peran ibu menghadapi tantangan berat. Banyak ibu bekerja di luar rumah untuk mendukung ekonomi keluarga, sementara tanggung jawab pendidikan anak dan rumah tangga tetap menuntut perhatian penuh. Media digital, budaya populer, dan arus globalisasi juga menghadirkan tantangan moral bagi anak-anak.

Jika peran ibu tidak dihargai atau diremehkan, dampaknya tidak hanya pada keluarga, tetapi pada masyarakat luas. Generasi muda bisa kehilangan pegangan moral, dan peradaban menjadi rapuh. Sebaliknya, dengan memberikan penghormatan, dukungan, dan akses pendidikan yang memadai untuk ibu, kita membantu mereka menjalankan peran strategis ini dengan optimal.

Islam memberikan pedoman yang jelas: menghormati ibu, memuliakan perempuan, dan memberdayakan peran mereka dalam pendidikan generasi bukan sekadar formalitas, tetapi investasi jangka panjang bagi masyarakat dan peradaban.

PENUTUP
Ibu, perempuan, dan peradaban adalah tiga entitas yang tidak dapat dipisahkan. Islam meninggikan derajat ibu bukan karena simbol semata, tetapi karena perannya yang menentukan arah generasi, pendidikan moral, dan masa depan masyarakat. Memuliakan ibu berarti membangun peradaban yang beradab, kuat, dan berkelanjutan.

Hari ini, peringatan Hari Ibu seyogianya menjadi momentum refleksi kolektif: sejauh mana kita benar-benar menghargai dan mendukung ibu? Sejauh mana masyarakat memberi ruang bagi perempuan untuk berperan dalam pendidikan, moral, dan pembentukan generasi?

Ketika ibu dimuliakan, perempuan diberdayakan, dan pendidikan Islam ditegakkan sejak rumah, maka peradaban yang kokoh bukan lagi impianmelainkan keniscayaan.

Selamat Hari Ibu tahun 2025
Al-ummu madrasatul ūlā . Engkau madrasah pertama, guru kehidupan, dan doa yang selalu hidup. Semoga Allah ﷻ senantiasa melimpahkan rahmat dan keberkahan untukmu.

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»