Hadir pada pembukaan FGD tersebut antara lain, Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), Prof. Dr. H. Muhammad Ali Ramdhani, S TP, MT, Direktur Jenderal PTKI Kemanag RI, Prof. Dr. Suyitno, M.Ag, Kasubdit Sarana dan Prasarana Kemahasiswaan, Ruchman Basori, M.Ag.
Sementara itu, Prof. Dr. Suyitno, M.Ag ia menyampaikan triple T penting untuk dilakukan PTKIN dalam menghadapi revolusi industri
Triple T tersebut antaranya adalah:
Pertama transformasi Institusi, maksudnya adalah perubahan status kelembagaan dari status Sekolah Tinggi menjadi Institut Agama Islam Negeri
“Tapi pertanyaannya adalah apakah kemudian tranformasi yang kita lakukan selama ini sudah transformatif, atau hanya sekedar ganti jenis saja, apakah sudah nambah prodinya, atau sudahkah terimplementasi integrasi keilmuannya. Jadi yang ingin saya katakan adalah tranformasi institusi itu harus substansial, tidak hanya berubah namanya saja,” tegasnya.
Kedua, tranformasi digital, pelayanan dari manual menjadi digital, Annual International Conference on Islamic Studies (Aicis )yang baru saja terselenggara, ini merupakan salah satu contoh kegiatan yang telah bertransformasi digital.
“Ini bukan hal yang gampang jika tidak ditangani secara profesional akan bisa menjadi masalah, sehingga orang bisa mengikuti Aicis dimana pun dia berada,”
“Kedepannya mungkin anda bisa melihat di kampus masing-masing (Pimpinan PTKIN) Prodi apa yang paling strategis untuk layanannya secara digital. Kalaupun belum semuanya, pilihan lah salahsatunya yang berpeluang, hal ini sejalan dengan revolusi industri yang tidak bisa kita abaikan,” jelasnya.
Menurutnya, jikalau tranformasi digital ini bisa diterapkan, akan sangat memungkinkan adanya sistem kelas online. Bahkan tidak perlu lagi adanya pengadaan sarana dan prasarana, cukup menyediakan pelayanan dan penguatan kekuatan internetnya saja, bahkan kampus bisa menerima mahasiswa yang jumlahnya sangat banyak dengan biaya UKT murah.
Ketiga, Tranformasi Internasionalisasi, dimana lembaga kampus yang sebelumnya melakukan ukuran akreditasinya melalui BAN PT, maka kedepannya harus didorong untuk rekognisi internasional.
“Tetapi sebelum kesana kita harus melalui dengan tranformasi digital, karena kalau saja kita sudah melakukan itu sangat memungkinkan sekali kita rekognisi, kita bisa melihat jumlah mahasiswa asing kita juga semakin bertambah,”
“Kalau selama ini kita menjadi negara yang selalu menginpor gagasan kedepannya kita sudah harus bisa mengekspor gagasan, Kiyai al-Bantani salah satu contoh pada zaman dahulu, dulu negara kita ini dikenal dunia, setelah itu hilang, kekayaan intelektualnya itu jadi hilang. Jadi kalau ke depan Indonesia ingin menjadi destinasi kajian keislaman dunia ini bukan omongan kosong karena ada jejak-jejak ulama Nusantara yang ilmunya sangat kuat,”pungkasnya (humas/i)