Kajian Ba’da Zuhur Perdana Berkah Ramadhan 1443 H, Kabiro AUPK: Iman Bukan Sekedar Taklid

Berita, Kegiatan14,392 views
SAMARINDA, UINSI NEWS,- H. Suriansyah, S.Ag., M.Pd., Kabiro AUPK UINSI Samarinda hadir sebagai penceramah pada kajian ba’da zuhur program Berkah Ramadhan 1443 di Masjid Sultan Aji Muhammad (SAM) Sulaiman Kampus 2 UINSI Samarinda, Senin (4/4).

Pada kesempatan tersebut, H. Suriansyah jelaskan tentang tauhid yang tidak hanya dimaknai sampai taklid saja tetapi juga harus sampai pada tingkatan hakikat menuju ma’rifat yang sesungguhnya.

Tausiah yang berlangsung sekitar 30 menit itu dimulai dengan kisah seseorang dengan mengenakan pakaian berwarna putih dan berambut hitam yang mendatangi Rasulullah dan meminta untuk diterangkan tentang Islam, Iman, dan Ihsan.

“Pada waktu itu datang seorang berjubah putih dan berambut hitam kelam mendatangi Rasulullah dan meminta untuk diterangkan padanya tentang Islam. Rasulullah pun menjawab, Islam adalah syahadat mengakui bersaksi tiada tuhan selain Allah, melaksanakan salat, menunaikan zakat, berpuasa, dan menunaikan haji jika mampu. Rasul menjelaskan dengan rukun Islam,” jelasnya.

Dilanjutkan pertanyaan itu tentang iman. Kemudian jawaban Rasulullah adalah rukun iman lagi.

“Rasul menjawab rukun iman ada 6 perkara. Iman yaitu engkau berikam kepada Allah Swt., iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada nabi dan rasul, iman kepada hari akhir, serta iman kepada takdir baik dan takdir buruk.”

Tak berhenti sampai disitu, si pemuda dikisahkan kembali memberikan pertanyaan ketiga, yaitu tentang ihsan. Rasulullah pun menjawab hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat Allah, sesungguhnya Allah melihatmu.

Pada kesempatan tersebut, H. Suriansyah juga menjelaskan bahwa pada hadis tersebut sesungguhnya Rasulullah mengetahui seseorang yang mendatanginya tersebut adalah malaikat Jibril. Hadis itu menerangkan kedatangan malaikat Jibril adalah untuk menjelaskan tentang agamamu kepadamu dan bagaimana kita membawa agama kita.

Lebih lanjut, H. Suriansyah sampaikan 3 hal pokok yaitu Islam, Iman, dan Ihsan.

Islam disebut sebagai sesuatu yang dapat dilihat, mulai dari melakukan syahadat hingga berhaji, namun Iman dan Ihsan disampaikan sebagai sesuatu yang tidak terlihat.

Membahas tentang Islam, Kabiro AUPK UINSI Samarinda ini juga kembali tegaskan kemuliaan kalimat syahadat yang tidak bisa diremehkan.

Menurutnya, kalimat syahadat bagaikan password bagi seorang muslim agar amal ibadahnya dapat diberi pahala oleh Allah SWT. Selain syahadat, H. Suriansyah juga jelaskan Salat berjamaah yang diumpamakan sebagai manajemen operasional atau manajerial skill yang luar biasa.

“Salat berjamaah apalagi di Masjid menjelaskan tentang manajerial operasional, manajerial skill yang luar biasa. Interaksi hubungan sosial di masyarakat muslim terjadi di masjid, misal bagaimana makmum menegur imam yang salah, tentu menegurnya dengan cara yang baik dan santun. Saya kira ini pembelajaran yang berharga dari sistem manajemen salat yang dilakukan. Tentu imam yang baik pun juga akan melihat bagaimana makmumnya, jika makmumnya sakit atau sudah tua tentu imam akan menyesuaikan ritme salatnya. Begitu hebat skema salat ini dalam sistem kemepemimpinan masyarakat kita,” jelasnya.

“Kalau kita bedah lagi banyak pelajaran dari salat. Contohnya bagaimana cara kita berdiri. Kita sering berdiri tidak mau kalah seperti api, mau menonjol tidak mau padam. Sehingga Allah menurunkan ibdah puasa untuk menekan hawa nafsu kita, untuk menekan amarah kita agar bisa direduksi.”

Disebutkan, Imam Al-Ghazali membagi iman kepada 3 tingkatan, yaitu ilmu yaqin, ainul yaqin, dan haqqul yaqin.

Lebih lanjut, Imam nawawi membagi iman kedalam 5 tingkatan, yaitu iman taklid, Iman ‘ilmi, Iman iyaan, Iman Haq, dan Iman hakikat.

“Iman taklid maksudnya engkau beriman percaya karena mendapat informasi dari orang yg bisa dipercaya, lalu kita percaya saja tanpa mencari dalil. Iman seperti ini sah secara agama tapi berdosa karena meninggalkan untuk mencari dalil padahal dia dapat mencari ilmu tentang dalil-dalilnya,” jelasnya.

“Iman ‘ilmi, kita beriman pada Allah karena membaca di kitab, buku, jurnal dan mengetahui akidah-akidah beserta dalilnya. Kita menjadi ahli teori dan memahami teori. Iman pertama dan kedua menurut Imam Nawawi sah, tapi berdosa karena tidak berusaha secara ghazirah untuk mendekati tuhannya dengan pendekatan yang sempurna,” tambahnya.

Iman iyaan dimaknai sebagai keyakinan bahwa sudah merasa dalam pengawasan Allah dan Iman Haq dimaknai sebagai beriman karena makrifah kepada Allah dan karena mata batinnya dapat merasakan kehadiran Allah serta memahami apa yang ada pada diri adalah atas kehendak Allah.

Iman hakikat yang dimaknai seperti air segelas masuk ke air laut. Orang dengan keimanan hakikat dapat dipandang sebagai seorang hamba yang tenggelam di laut dan tidak melihat adanya pantai.

Dalam konteks berpuasa, H. Suriansyah jelaskan sebenarnya iman 1 dan 2 sudah cukup, tapi manusia juga perlu terus berusaha untuk meningkatkannya agar la haula walla quata illabillah benar-benar dirasakan.

Tidak hanya membahas tentang berpuasa berdasarkan iman, Kabiro AUPK UINSI ini juga membahas tentang berpuasa dalam konteks pendidikan.

“Ada 3 tujuan yang ingin dicapai yaitu transfer of head, transfer of heart, dan transfer of hand.”

“Transfer of head, cognitive domain. Pendidikan merupakan proses transfer ilmu dari guru kepada siswa, dari dosen kepada mahasiswa dengan menekankan aspek intelektual seperti pengetahuan dan keteramilan berpikir. Dalam konteks puasa, dijelaskan pada Q.S. Al-Baqarah Ayat 184, berpuasa akan lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya. Dengan mengetahui ilmu berpuasa dan syariat, kemudian ada kesadaran untuk menjaga kesempurnaan puasa,” jelasnya.

“Transfer of heart, affective domain. Pemindahan perasaan dari hati ke hati lebih hebat. Dari bion-bion rohani dosen mengalir ke bion-bion rohani mahasiswa, dari hati ke hati maka akan melahirkan pencahayaan,” tambahnya.

“Transfer of hand, psychomotoric domain. Orang yang berpuasa sholat maka akan mendemonstrasikan seberapa banyaknya ringan tangannya kepada sesama hamba allah, tapi ketika ibadahnya bagus tapi tidak zakat tidak sedekah tentu perlu di pertanyakan.

Puasa ini begitu in line dengan sistem pendidikan kita, dimana sistem pendidikan dan output pendidikan adalah untuk menciptakan watak dan karakter penciptaan sesuai dengan yang Allah turunkan dalam Al-Qur’an.

“Watak penciptaan, tidak kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah,” ucapnya.

Lebih lanjut, menurutnya jika karakter lulusan Sarjana tidak sesuai dengan watak penciptaan Allah dan hanya memiliki mindset material yang hanya terukur dari angka dan nilai, maka tujuan pendidikan belum tercapai. Begitu juga puasa yang diharapkan dapat memberikan output sesuai watak penciptaan oleh Allah Swt.

“Pendidikan adalah sistem siklus sunnatullah dalam upaya proses perubahan tingkah laku sesuai dengan watak penciptaan, yaitu ta’abbud dan ma’rifah ilallah. Tentu tingginya nilai akademik belum menjadi cermin tingkat keberhasilan sang pelajar, apalagi hanya berorientasi material semata. Jika demikian tujuan pendidikan menjadi kering dari nilai-nilai spritual yang sangat transendental. Tidak hanya cukup berislam tapi juga asulan iman dan ihsan yng semakin terasah. Wallahu’alam,” tutupnya.

Saksikan kajian ba’da zuhur ini secara lengkap melalui kanal youtube UINSI Samarinda https://youtu.be/4z854BYUpSs

(humas/ns)