Sri Ayu Rayhaniah, M.Sos. sebagai moderator pada Sesi II untuk dua narasumber, yakni Pdt. Dr. Asnath Niwa Natar, M.Th. (Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta), dan Riska Dwi Agustin, S.Hum., M.A. (UINSI Samarinda).
International Webinar Series ini ditayangkan secara live di kanal YouTube UINSI TV.
https://youtu.be/Hy5VhxXyyPc
Melalui Zoom Meeting, Pdt. Dr. Asnath Niwa Natar, M.Th. sampaikan materi tentang “Membangun Masyarakat yang ramah Gender Perspektif Lintas Iman”.
“Perempuan dalam masyarakat Yahudi, pada Perjanjian Lama, budaya patriarkinya sangat kuat dan ditempatkan pada nomor dua, harus patuh pada laki-laki atau suaminya. Walaupun ada diskriminasi perempuan, tapi juga ditonjolkan perempuan-perempuan seperti Hawa, Miriam, Debora, Ester & Wasti, Rahab & Yael.”
“Di Perjanjian Baru, perempuan tidak didiskriminasi dan sangat menghargai perempuan. Rasul Paulus sendiri, tokoh misionaris dalam Alkitab rekan-rekan pelayanannya perempuan, tanpa bantuan perempuan pelayanannya tak bisa berjalan.”
Riska Dwi Agustin, S.Hum., M.A. sebagai narasumber kedua mengangkat “Perspektif Kesetaraan untuk Mewujudkan Masyarakat yang Ramah Gender”.
“Laki-laki dan perempuan punya lintasan lari yang sama, saling membantu antara laki-laki dan perempuan. Mencuci, memasak, bukan hanya perempuan tetapi juga bisa dilakukan oleh laki-laki jadi setelah pemahaman kesetaraan ini maka tidak ada lagi perbedaan dan sama-sama punya lintasan yang sama,” ungkapnya.
“Konsep gender ini konstruksi sosial, yang menetapkan masyarakat. Ini dikatakan perempuan jika ia lemah lembut, kalem, sedangkan laki-laki yang tegas, tanggung jawab, berani, bisa jadi pemimpin. Padahal perempuan yang berani ada, laki-laki yang kalem ada juga, jadi fleksibel. Sayangnya, masyarakat masih suka tertukar-tukar, karena perempuan dari dulu masak, jadi kodratnya perempuan adalah masak, padahal tidak demikian,” imbuhnya. (humas/rh).