Kode Etik Dosen: Menjaga Marwah Akademik dan Integritas Dosen

OPINI- Dalam konteks pendidikan tinggi, peran dosen sangat strategis, tidak hanya sebagai pengajar dan peneliti, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi kehidupan akademik. Tanggung jawab yang diemban oleh seorang dosen tidak semata berkaitan dengan kapasitas keilmuan, melainkan juga menyangkut dimensi moral dan profesionalitas yang melekat pada profesinya. Oleh karena itu, keberadaan kode etik dosen menjadi krusial sebagai acuan normatif yang menetapkan standar perilaku, etika, dan tanggung jawab profesional. Kode etik tersebut tidak dapat dipandang sebatas regulasi formal, melainkan sebagai refleksi dari komitmen etis yang harus senantiasa dijaga guna menjamin kehormatan (marwah) dan integritas institusi akademik. Kode etik berfungsi sebagai instrumen krusial yang mencegah deviasi peran, menjamin objektivitas dalam praktik ilmiah, dan menuntun dosen bertindak sesuai tanggung jawab etik-profesionalnya.Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji secara reflektif urgensi dan peran fundamental kode etik dosen dalam menjaga integritas serta martabat profesi akademik. Melalui pendekatan akademik-kritis, pembahasan akan diarahkan pada analisis posisi strategis dosen dalam sistem pendidikan tinggi, ragam tantangan etis yang dihadapi dalam praktik profesional, serta peran kode etik sebagai perangkat normatif dalam memperkuat komitmen terhadap profesionalisme dan akuntabilitas institusional.

Secara teoritis, kode etik merepresentasikan seperangkat prinsip moral yang berfungsi sebagai landasan normatif dalam pelaksanaan tugas profesional. Dalam ranah profesi dosen, kode etik tersebut menetapkan standar sikap dan perilaku etis yang harus ditunjukkan terhadap mahasiswa, kolega sejawat, institusi, serta masyarakat luas sebagai pemangku kepentingan pendidikan. Di Indonesia, baik Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) maupun berbagai perguruan tinggi telah merumuskan kode etik dosen yang memuat nilai-nilai fundamental seperti integritas, kejujuran ilmiah, keadilan, tanggung jawab profesional, dan penghormatan terhadap kebebasan akademik menjadi pilar utama dalam menjamin kredibilitas dan martabat profesi akademik.

Kode etik tidak semata-mata berperan sebagai pedoman perilaku, melainkan juga sebagai alat kontrol etis yang berfungsi membatasi potensi penyalahgunaan wewenang dalam dunia akademik. Dalam situasi relasi yang tidak setara antara dosen dan mahasiswa, serta di tengah tekanan institusional yang kian kompleks, kode etik menjadi instrumen strategis untuk menegakkan keseimbangan antara kewenangan akademik dan tanggung jawab moral.

Fungsi kode etik dalam profesi dosen memiliki signifikansi strategis dalam membangun dan menjaga integritas akademik. Pertama, fungsi normatif, yang berperan dalam menetapkan standar ideal perilaku profesional yang seharusnya dijunjung tinggi. Kedua, fungsi preventif, yang bertujuan mengantisipasi serta mencegah terjadinya deviasi moral dan pelanggaran etika yang berpotensi merusak reputasi institusi maupun profesi. Ketiga, fungsi edukatif, yakni memberikan ruang bagi dosen untuk melakukan refleksi kritis atas praktik profesionalnya sebagai bagian dari pengembangan diri yang berkelanjutan. Keempat, fungsi korektif, yang menyediakan dasar normatif bagi penegakan disiplin dan pemberian sanksi terhadap pelanggaran etika yang serius, demi menjaga kredibilitas dan tanggung jawab profesi secara menyeluruh.

Marwah akademik mencerminkan nilai-nilai luhur berupa kehormatan, integritas, dan otoritas moral yang melekat pada dunia pendidikan tinggi, yang secara fundamental bertumpu pada prinsip kejujuran ilmiah, objektivitas, serta tanggung jawab intelektual. Dalam tatanan perguruan tinggi, dosen memegang peran sentral sebagai penjaga dan perawat nilai-nilai tersebut. Namun demikian, posisi strategis ini kerap menghadapkan dosen pada berbagai dilema dan problem etik yang kompleks, seperti potensi penyalahgunaan kekuasaan, praktik plagiarisme, konflik kepentingan dalam kegiatan akademik, hingga bentuk-bentuk relasi kuasa yang tidak etis terhadap mahasiswa.

Dosen memiliki hak atas kebebasan akademik, yang mencakup kebebasan untuk melakukan penelitian, mengajar, serta mengemukakan kebenaran ilmiah tanpa adanya intervensi dari tekanan politik, ideologis, atau kekuasaan eksternal. Namun, kebebasan tersebut tidak boleh dilepaskan dari tanggung jawab etis yang melekat. Tanpa landasan integritas, kebebasan akademik berpotensi disalahgunakan sebagai legitimasi bagi praktik-praktik penyimpangan. Oleh karena itu, kode etik berperan krusial dalam memastikan bahwa kebebasan akademik dijalankan dengan penuh tanggung jawab, berlandaskan norma profesional dan etika yang ketat.

Kebebasan akademik yang tidak disertai dengan pengawasan etis yang ketat berisiko memberikan ruang bagi praktik manipulasi, distorsi data, serta penyebaran pandangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmiah. Oleh karena itu, kode etik berfungsi tidak hanya sebagai batasan formal, melainkan juga sebagai fondasi moral yang menjaga integritas intelektual dosen. Dengan demikian, kode etik memastikan bahwa kebebasan akademik tidak disalahgunakan sebagai instrumen kekuasaan yang merusak kredibilitas dan misi mulia pendidikan tinggi.

Salah satu manifestasi nyata dari tantangan etis yang dihadapi dosen terletak pada penggunaan otoritasnya dalam proses penilaian akademik. Prinsip objektivitas dalam mengevaluasi prestasi mahasiswa harus dipertahankan secara konsisten guna menjaga keadilan dan kredibilitas akademik. Ketika penilaian tercemar oleh subjektivitas, favoritisme, atau dinamika relasi kuasa, maka integritas dan marwah dunia akademik akan mengalami kerusakan. Dalam konteks ini, kode etik berperan sebagai penegas batasan moral yang mengingatkan dosen agar senantiasa menghindari praktik-praktik yang merugikan tersebut.

Ketidakberpihakan dalam proses penilaian akademik bukan hanya merusak kepercayaan mahasiswa, tetapi juga menggerogoti reputasi institusi secara menyeluruh. Adanya praktik subjektivitas dan favoritisme berpotensi menimbulkan ketidakadilan yang meluas, menurunkan motivasi belajar, serta menghalangi perkembangan kompetensi yang autentik. Oleh karena itu, penegakan kode etik perlu dilakukan secara konsisten sebagai upaya menjaga integritas dunia akademik.

Integritas akademik menjadi landasan fundamental yang membentuk kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan tinggi. Sebagai agen utama dalam pelaksanaan Tri Dharma perguruan tinggi, dosen wajib menempatkan diri sebagai teladan dalam memegang teguh nilai-nilai tersebut. Integritas mencakup kejujuran dalam proses penelitian, termasuk penghindaran pemalsuan data; kejujuran dalam publikasi, seperti menolak praktik plagiarisme; serta kejujuran dalam pengajaran, dengan menghindari penyalahgunaan otoritas dan penyampaian informasi yang akurat dan bertanggung jawab.

Sayangnya, pelanggaran terhadap prinsip integritas akademik masih menjadi fenomena yang cukup sering ditemukan. Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat disuguhkan berbagai kasus seperti plagiarisme oleh akademisi, manipulasi publikasi demi memperoleh kenaikan jabatan, serta insiden kekerasan seksual di lingkungan kampus yang melibatkan dosen. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak hanya mencemarkan reputasi individu yang bersangkutan, tetapi juga merusak kredibilitas institusi pendidikan dan mengikis kepercayaan publik secara luas.

Fenomena pelanggaran integritas akademik ini mengindikasikan adanya defisiensi dalam mekanisme pengawasan serta penegakan kode etik di lingkungan pendidikan tinggi. Apabila permasalahan ini tidak ditangani dengan serius dan sistematis, konsekuensinya tidak hanya akan menghambat perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga berpotensi merusak legitimasi perguruan tinggi sebagai institusi yang seharusnya menjadi pusat penegakan kebenaran dan keadilan intelektual.

Dalam kerangka ini, kode etik berfungsi tidak sekadar sebagai mekanisme pengawasan, melainkan juga sebagai instrumen penting dalam proses internalisasi budaya etika di kalangan dosen. Kesadaran etis perlu terus-menerus dikembangkan melalui berbagai upaya seperti pelatihan berkelanjutan, refleksi kritis, dan pembelajaran kolektif. Proses pembudayaan etika harus dimulai sejak tahap awal, mulai dari seleksi dan rekrutmen dosen baru, pelatihan profesional yang terarah, hingga penguatan sistem penghargaan dan pemberian sanksi yang efektif.

Etika tidak hanya diuji dalam situasi krisis atau pelanggaran besar, tetapi juga tercermin dalam rutinitas keseharian yang sering kali dianggap remeh. Contohnya terlihat dari bagaimana dosen mengelola pembagian waktu antara kegiatan mengajar, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Selain itu, keseimbangan antara kepentingan pribadi dan tanggung jawab terhadap institusi juga menjadi indikator penting. Interaksi dosen dengan mahasiswa—termasuk kemampuan membuka ruang dialog, mendengarkan secara empati, serta menghormati keberagaman pandangan—merupakan manifestasi nyata dari komitmen etis yang harus terus dijaga.

Dalam era digital dan komersialisasi pendidikan saat ini, kompleksitas tantangan etis yang dihadapi dosen semakin meningkat. Tekanan untuk mencapai target publikasi demi memenuhi persyaratan akreditasi kerap kali mendorong dosen melakukan publikasi yang terburu-buru tanpa mempertimbangkan kualitas, bahkan tidak jarang terperangkap dalam praktik jurnal predator. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengembalikan fokus pada nilai-nilai fundamental bahwa publikasi ilmiah bukan semata-mata kuantitas atau angka, melainkan harus menjadi kontribusi autentik yang bermakna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan masyarakat.

Pemeliharaan marwah akademik dan integritas dosen tidak semata menjadi beban individu, melainkan merupakan tanggung jawab kolektif seluruh komunitas sivitas akademika. Perguruan tinggi perlu mengembangkan ekosistem yang kondusif untuk penegakan nilai-nilai etika, dengan mengimplementasikan kebijakan yang adil, membangun mekanisme pengawasan yang independen, serta menyediakan ruang dialog etis yang transparan dan yang melibatkan seluruh komponen dalam perguruan tinggi.

Kode etik dosen seharusnya dipandang bukan sebagai beban atau ancaman, melainkan sebagai pedoman moral yang membimbing dalam menjalankan tugas profesional yang mulia ini. Di tengah kompleksitas dan persaingan yang semakin ketat dalam dunia akademik, etika berfungsi sebagai penopang yang menjaga agar institusi pendidikan tinggi tetap berpegang pada prinsip-prinsip kebenaran dan integritas. Sejalan dengan pandangan Albert Einstein, bahwa yang utama bukanlah menjadi sosok yang sukses semata, melainkan menjadi pribadi yang bernilai, dosen harus lebih dari sekadar pengajar; dosen wajib menjadi penjaga nilai-nilai luhur, inspirator kebaikan, dan pilar moral dalam pembangunan peradaban.

Penulis: Dr. Khojir, M.SI. (Wakil Direktur Pascasarjana UINSI)

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»