Pembukaan PEKERTI dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting pada pukul 11.00 WITA (4/7). Diketahui 91 peserta Dosen UINSI Samarinda mengikuti kegiatan tersebut dan terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama dibagi menjadi dua kelas pada gelombang pertama tanggal 4 s.d. 8 Juli 2022 dan kelompok kedua hanya satu kelas pada 11 s.d. 15 Juli 2022.
Di kesempatan itu, hadir Ketua Panitia PEKERTI Prof. Aman, M.Pd. Rektor UINSI Samarinda Prof. Dr. Mukhamad Ilyasin turut hadir menyampaikan sambutan.
“Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM, mudah-mudahan apa yang kita lakukan menjadi cita-cita bersama yang success together dan achievement together,” tuturnya.
“Metode itu lebih penting daripada materi, guru lebih penting dari metode, tapi spirit keguruan itu lebih penting dari guru itu sendiri. Ini menjadi motivasi bagi kita semua, mengajar ternyata tidak hanya mengajar dan transfer ilmu. Jika mengajar hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, maka google akan lebih canggih dalam menyampaikan informasi yang mereka butuhkan. Namun, jika pengajar menginternalisasikan adab dan karakter, maka google takkan mampu menggantikannya dan menjadikan pendidik sebagai komponen penting dalam pendidikan,” imbuhnya.
Rektor UINSI Samarinda juga mengatakan bahwa pelatihan ini sebagai sarana penguatan kompetensi profesional dan pedagogis dosen sebagai pendidik.
“Pelatihan ini untuk meningkatkan kompetensi profesional dan pedagogis. Merancang pembelajaran, melaksanakan, menilai, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dari Q.S. An-Nahl ayat 125 kita belajar bahwa mengajar adalah dengan kata-kata yang bijak, kemudian mengajak diskusi, banyak mendengar, kemudian mengambil hikmahnya. Dosen harus menguasai bidang ilmunya, banyak membaca dan menulis adalah yang paling penting,” ujar Prof. Yasin.
PEKERTI dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor Bidang Akademik UNY Prof Dr. Margana, M.Hum. M.A.
“Kompetensi menjadi nafas dalam menjalankan tanggung jawab Bapak/Ibu sebagai dosen. 3 dimensi, learn to learn, melakukan segala sesuatu untuk dipelajari, learn to unlearn, kemudian learn to relearn.”
“Heutagogy, peeragogy, cybergogy menjadi dasar kita. Heutagogy ini mendorong mereka untuk memiliki keterampilan mengarahkan dirinya sendiri kemudian mengarahkan mereka untuk fokus belajar bekerjasama dan mencipta bersama-sama. Terlebih di era serba internet dan teknologi ini, kita tidak lagi menjadi berhala dengan satu buku untuk memahami dan mengajarkan karena mereka juga akan kita ajarkan bagaimana untuk terlibat dalam lingkungan belajar dalam jaringan,” jelas Prof. Margana.
“Intinya 4I, ibadah, ikhlas, istiqomah, kemudian insentif. Tapi, insentif yang paling tinggi adalah insentif akhirat dari nilai ibadah kita untuk mengajar dan mendidik mereka dengan baik.” tutupnya. (humas/rh).