Skip to content

Pidato Pengukuhan Guru Besar Prof. Tahir, Ajak Masyarakat Definisikan Dakwah Secara Luas

SAMARINDA, UINSI NEWS,- Prof. Dr. H. M. Tahir, S.Ag., M.M. dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Dakwah oleh Direktur PTKI Kemenag RI di Auditorium 22 Dzulhijjah Kampus 2 UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda. Sabtu (2/3).

Pada kesempatan tersebut, Prof. Tahir sampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul Fenomena Dakwah “Terhimpit dalam Keluasan”. Prof. Tahir pun membahas tentang fenomena Dakwah yang kerap didefinisikan secara sempit.

Dakwah sebenarnya memiliki pengertian yang lebih luas. Dakwah pada hakekatnya adalah proses rekayasa sosial, melakukan rekayasa sosial menuju ke arah yang lebih baik, rekayasa sosial yang tidak bertentangan dengan rambu rambu yang telah ditetapkan agama Islam.

Sesuai dengan konsep agama Islam itu sendiri yaitu Rahmatan lil alamin. Maka dakwah jangan diartikan secara sempit, tapi juga dapat dimaknai secara luas dengan mengajak kepada nilai-nilai kebaikan yang universal. Seandainya dakwah itu diartikan secara sempit, maka di masa sekarang ini dakwah seharusnya bukan lagi dilakukan dari pengajian ke pengajian saja, namun juga bisa dengan menggunakan berbagai media.

Pada tahun 2022 lalu saya dan tim melakukan penelitian terkait konsep dakwah yang disukai oleh kaum generasi muda saat ini. Dari penelitian tersebut diketahui media yang paling banyak digunakan generasi muda adalah youtube dan instagram.

Alasan generasi muda mengakses menggunakan media tersebut karena mudah, efisien dan menarik. Nah jika melihat data ini tentunya para pendakwah harus bisa menggunakan media tersebut untuk menyebarkan kebaikan. Dan tentunya ini akan menjadi amal jariyah yang terus-menerus, semakin banyak orang yang mengakases konten tersebut maka bertambah pula pahala kita.

Namun masih dalam penelitian itu juga saya jumpai ternyata durasi akses dari generasi muda dalam mengakses konten-konten tersebut tidak lebih dari 30 menit. Ini tentunya menimbulkan pertanyaan lanjutan mengapa demikian. Dan saya pun menemukan jawabannya bahwa kesulitan jaringan internet, kuota dan juga kebosanan. Maka dari penelitian ini saya mengambil kesimpulan bahwa dakwah masa kini tidak hanya melalui khutbah, ceramah, pengajian, namun juga perlu bertransformasi secara digital menggunakan berbagai media untuk dapat menjangkau khalayak yang lebih luas. Selain itu perlu pengemasan konten-konten secara menarik dan efisien dengan mempertimbangkan durasi, frekuensi, serta kemampuan fokus dari mad’u. Masih dalam penelitian yang sama setiap generasi ternyata memiliki kecenderungan ketertarikan materi. Jika usia tua lebih tertarik dengan materi berupa ketauhidan, tasawuf dan amaliyah ibadah. Generasi muda lebih tertarik pada materi-materi yang dapat memberikan motivasi dalam hidup yang bermanfaat dan berkarya, tentunya bisa diselipi juga dengan berbagai amaliyah untuk mencapai hal tersebut.

Kontekstualisasi ajaran dan nilai Islam dalam kehidupan masyarakat adalah salahsatu jalan dakwah. Namun tidak hanya dapat dipahami dengan hanya lisan saja (retorika), namun harus sampai menuju kepada konsepsi riil (kontekstual) memecahkan problematika umat yang kian hari kian kompleks mulai dari problematika pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya bahkan sekarang dengan terbukanya ekspresi keberagaman telah melahirkan problematika baru di kalangan umat yaitu radikalisasi dan liberalisasi paham keagamaan.

Di sinilah peran dakwah bi lisan tidak mampu menyelesaikan permasalahan umat. Yang dibutuhkan adalah peran dakwah konstektual yang mampu mengangkat persoalan umat menjadi sebuah aksi solusi nyata yang dirasakan langsung oleh umat Islam. Lalu siapa da’i yang bisa berperan diarea dakwah kontekstual ini. Dai yang lebih banyak berperan di sini bukanlah da’i ahli ceramah di podium, pengajian-pengajian, majelis-majelis ta’limdan sebagianya (da’i tekstual), melainkan mereka para ahli3 (expertise) dari berbagai bidang ilmu yang secara konsen memikirkan Langkah-langkah konkrit menyelesaikan problematika keumatan dari berbagai sektor dan perspektif. Dalam konsepsi ini maka siapa saja bisa disebut da’i atau lebih dikenal dengan da’i transformative.

Dalam literatur Islam istilah dakwah tekstual dan kontekstual merupakan istilah baru yang muncul dari beragam kajian yang telah banyak dikembangkan oleh para ahli sebelumnya. Beberapa tulisan yang mengupas dakwah kontekstual sebenarnya telah banyak dilakukan orang dengan berbagai pendekatan seperti Busairi Harits dalam bukunya berjudul Dakwah Kontekstual: Sebuah Pemikiran Islam Kontemporer yang mengatakan bahwa dakwah di era sekarang tidak hanya bersifat verbal karena dalam sistem dakwah mencakup juga komponen sosio-kultural yang sangat luas sehingga kalau dakwah hanya dipahami secara tekstual maka justru akan mereduksi makna dakwah itu sendiri. Artinya bahwa kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat moderen tidak bisa hanya dilakukan dengan pendekatan verbal.

Masyarakat telah terbuka dengan teknologi dan telah menjadi bagian dari kehidupannya sehingga butuh pendekatan lain yang lebih nyata dan konkrit dalam pendekatan dakwah. Memaknai dakwah dalam arti sempit bi lisan justru akan mempersempit ruang dakwah Islam, karena Islam tidak hanya dapat diekspresikan dengan hanya ritual-spiritual saja melainkan harusterimplementasi dalam kehidupan nyata.

Sebelum mengakhiri pidato pengukuhannya, Prof. Tahir sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukungnya dalam meraih gelar akademik tertinggi ini. Prof. Tahir dengan rasa haru juga meminta keikhlasan para hadirin tamu undangan untuk mengirimkan Al-Fatihah bagi orang tuanya. (Humas/ns)

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»