SAMARINDA, UINSI NEWS, — Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda sukses menyelenggarakan The 2nd Annual International Conference on Islamic Economic and Finance (AICIEF) dengan tema “Digital Transformation in Islamic Finance: Opportunities, Challenges, and Technological Implementation”, bertempat di Hotel Grand Sawit Samarinda, (5/11).
Konferensi internasional tahunan ini diikuti oleh ratusan peserta dari kalangan akademisi, praktisi, dan mahasiswa, serta menghadirkan pembicara utama dari dalam dan luar negeri, di antaranya Ragil Misas Fuadi (Ekonom RKK-DEKS Bank Indonesia), Prof. Dr. Tulus Suryanto, M.M., Akt., C.A. (President of the Association of Islamic Economic and Finance/ASIEFF), Dr. Nashirah binti Abu Bakar (Universiti Utara Malaysia), dan Dr. Shahid Manalundong (Mindanao State University, Philippines).
Dalam sambutannya, Rektor UINSI Samarinda Prof. Dr. Zurqoni, M.Ag. menyampaikan bahwa pelaksanaan AICIEF ke-2 ini menjadi momentum penting bagi UINSI Samarinda dalam memperkuat kontribusi terhadap peningkatan literasi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
“Kegiatan AICIEF ini tentu membawa keberkahan bagi kita semua dalam rangka meningkatkan literasi ekonomi dan keuangan syariah. Ini adalah kegiatan tahunan kedua yang diinisiasi oleh FEBI UINSI Samarinda. Penguatan literasi ekonomi dan keuangan syariah menjadi kunci untuk mewujudkan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia,” ujar Prof. Zurqoni.
Lebih lanjut, beliau menyoroti data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menunjukkan tingkat literasi keuangan syariah pada tahun 2024 mencapai 39,11%, namun tingkat inklusinya masih rendah, yaitu 12,28%.
“Padahal ekonomi syariah telah menyumbang sekitar 48% dari total PDB nasional. Potensi ini sangat besar, tapi perlu terus didorong dengan literasi yang kuat. Faktor pendidikan, religiusitas, dan akses informasi sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan layanan ekonomi syariah,” jelasnya.
Sementara itu, Dekan FEBI UINSI Samarinda Dr. H. Moh. Mahrus, S.Ag., M.H.I. dalam sambutannya menyampaikan bahwa penyelenggaraan AICIEF ke-2 ini merupakan bentuk komitmen FEBI untuk memperkuat kolaborasi akademik lintas negara dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah yang berkelanjutan.
“Melalui konferensi ini, kita ingin mempertemukan pemikiran-pemikiran strategis dari para pakar ekonomi syariah, baik nasional maupun internasional. Literasi dan inovasi digital adalah dua kunci penting dalam membangun ekosistem keuangan syariah yang inklusif dan adaptif terhadap perkembangan zaman,” ujar Dr. Mahrus.
Agenda dilanjutkan oleh Mohammad Wahyu Diansyah, S.IP., M.Env., Mgmt, selaku moderator yang dengan penuh keterampilan memfasilitasi diskusi akademik di antara para pembicara terkemuka. Moderasi beliau mampu menjaga keseimbangan antara wacana teoretis dan perspektif praktis, sehingga tercipta pertukaran intelektual yang bermakna di antara para peserta.
Sebagai pembicara pertama Prof. Dr. Tulus Suryanto, M.M., Akt., C.A., menegaskan pentingnya sinergi antara dunia akademik dan praktisi keuangan syariah global.
“Kekuatan ekonomi syariah tidak hanya terletak pada sistemnya, melainkan pada integritas dan kolaborasi lintas sektor yang memperkuat nilai-nilai Islam dalam praktik ekonomi modern,” paparnya.
Beliau juga menekankan bahwa riset, literasi, dan transformasi digital harus berjalan seiring untuk menjawab tantangan globalisasi dan perubahan perilaku konsumen Muslim dunia.
Selanjutnya pada pemateri kedua oleh Dr. Nashirah binti Abu Bakar dari Malaysia menyampaikan terkait Advantages of E-Wallet for Customers, Challenges in Islamic Finance, and the Way Forward in the Era of Society 5.0.
Menurutnya, e-wallet memberikan berbagai keuntungan bagi konsumen, mulai dari transaksi yang lebih aman, efisien, dan bebas tunai, hingga kemudahan dalam pelacakan pengeluaran serta jaminan keamanan dana dari penyedia layanan. Selain itu, keberadaan sistem peer-to-peer transfer, program cashback, dan kemudahan isi ulang saldo juga meningkatkan pengalaman pengguna dalam bertransaksi secara digital.
“E-wallet tidak hanya menawarkan efisiensi transaksi, tetapi juga menjadi sarana literasi keuangan digital bagi masyarakat luas,” ungkap Dr. Nashirah.
Namun demikian, ia juga menyoroti sejumlah tantangan utama yang dihadapi industri keuangan syariah dalam menghadapi era transformasi digital. Salah satunya adalah kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah (Shariah Compliance) yang harus tetap dijaga dalam setiap produk keuangan digital, dengan menghindari unsur riba, gharar, dan maysir.
Selain itu, isu keamanan siber dan perlindungan data pribadi juga menjadi perhatian serius. Transformasi digital membawa risiko seperti serangan siber, pencurian data, dan kebocoran informasi yang dapat memengaruhi kepercayaan nasabah serta stabilitas sistem keuangan syariah.
“Dalam Islam, menjaga amanah dan integritas data adalah bagian dari etika bisnis. Karena itu, perlindungan siber merupakan bentuk tanggung jawab spiritual sekaligus profesional dalam keuangan syariah,” jelasnya.
Kemudian agenda dilanjutkan dengan penjelasan oleh Ragil Misas Fuadi dari Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (DEKS-BI) memaparkan urgensi digitalisasi dan penyempurnaan Blueprint Ekonomi dan Keuangan Syariah (Eksyar) 2030.
Dalam presentasinya, ia menjelaskan tentang tiga poin utama penguatan ekonomi syariah nasional, yakni:
Tantangan digitalisasi dan urgensi penyempurnaan blueprint Eksyar 2030,
Enam inisiatif strategis pengembangan ekonomi syariah nasional,
Key takeaways bagi pelaku industri dan regulator untuk mempercepat transformasi digital berbasis syariah.
“Transformasi digital bukan hanya tren, tapi kebutuhan untuk memperkuat inklusi dan daya saing ekonomi syariah nasional,” tegasnya.
Sesi selanjutnya menghadirkan narasumber Dr. Shahid Manalundong dari Mindanao State University, Philippines, yang memaparkan pentingnya kolaborasi antarnegara di kawasan Asia Tenggara dalam memperkuat ekosistem keuangan dan ekonomi syariah.
Dalam paparannya, Dr. Shahid menekankan bahwa perkembangan industri halal dan keuangan Islam di kawasan ASEAN memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan ekonomi baru dunia. Namun, sinergi kebijakan, peningkatan riset lintas negara, dan harmonisasi standar syariah menjadi kunci keberhasilan integrasi tersebut.
ASEAN memiliki potensi ekonomi Islam yang luar biasa. Namun, kita membutuhkan kolaborasi strategis, bukan kompetisi sempit. Melalui jaringan akademik, riset, dan inovasi bersama, kita dapat membangun ekonomi syariah yang lebih kuat dan inklusif,” ujar Dr. Shahid.
Beliau juga menggarisbawahi peran pendidikan tinggi Islam dalam menghasilkan sumber daya manusia unggul yang memahami keuangan digital sekaligus berakar pada nilai-nilai maqashid syariah.
Transformasi digital tanpa nilai akan kehilangan arah. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus menjadi penggerak utama dalam membangun ekosistem ekonomi syariah berbasis ilmu dan etika,” tambahnya.
Dengan pandangan tersebut, sesi Dr. Shahid Manalundong memperkaya perspektif peserta konferensi mengenai pentingnya kerja sama internasional dan penguatan kapasitas manusia dalam menghadapi tantangan ekonomi Islam global.
Kegiatan dilanjutkan dengan sesi Call for Paper Presentation oleh para dosen dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, yang terbagi ke dalam beberapa ruang panel. Setiap pemaparan menghasilkan diskusi produktif mengenai inovasi, kebijakan, dan praktik ekonomi syariah di era digital.
Acara ditutup dengan penyerahan plakat penghargaan kepada para narasumber dan moderator, serta harapan agar AICIEF terus menjadi forum ilmiah bergengsi yang memperkuat kontribusi UINSI Samarinda di tingkat nasional maupun internasional.
Penulis : Novan Halim | Editor : Agus Prajitno

















