Skip to content

Pendidikan untuk Strawberry Generation: Tantangan dan Harapan di Hari Pendidikan Nasional

Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional untuk mengenang jasa Ki Hadjar Dewantara dan mengingatkan kita semua tentang pentingnya pendidikan sebagai fondasi masa depan bangsa. Namun, di tengah dunia yang semakin cepat berubah, kita dihadapkan pada sebuah fenomena generasi baru yang sering dijuluki sebagai “Strawberry Generation”. Sebutan ini merujuk pada karakteristik sebagian besar generasi muda saat ini yang dianggap manja, mudah rapuh, namun juga kreatif dan inovatif, layaknya buah stroberi yang cantik di luar namun lembut dan mudah hancur di dalam.

Strawberry Generation: Potensi dan Tantangannya
Istilah Strawberry Generation pertama kali populer di Taiwan pada tahun 1990-an untuk menggambarkan generasi muda yang tampak menarik tetapi mudah rusak ketika menghadapi tekanan. Di Indonesia, istilah ini sering digunakan untuk menyebut generasi Z dan generasi milenial muda yang dinilai mudah menyerah menghadapi masalah, kurang tahan banting di dunia kerja maupun dalam kehidupan sosial. Terlalu sensitif terhadap kritik memiliki ekspektasi tinggi terhadap lingkungan, namun kadang kurang inisiatif.

Namun, perlu dicatat bahwa label ini tidak sepenuhnya negatif. Strawberry Generation juga dikenal memiliki kelebihan, Kreatif dan inovatif, Melek teknologi, Berani berpikir kritis, Memiliki kepekaan sosial tinggi terhadap isu-isu seperti lingkungan, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Dengan kata lain, Strawberry Generation adalah potensi besar — bila diarahkan dan dibina dengan benar.

Ada beberapa tantangan Strawberry Generation diantaranya :

1. Ketahanan Mental dan Emosional
Sistem pendidikan tradisional sering kali lebih menekankan aspek kognitif (pengetahuan) dan mengabaikan penguatan ketahanan mental dan emosional. Generasi muda butuh lebih dari sekadar hafalan — mereka butuh kemampuan mengelola stres, menerima kegagalan, dan membangun ketangguhan (resilience).

2. Pembelajaran yang Relevan dengan Dunia Nyata
Banyak kurikulum saat ini masih belum sepenuhnya relevan dengan kebutuhan dunia nyata. Pembelajaran kontekstual, berbasis masalah (problem-based learning), dan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) perlu lebih diperkuat agar siswa mampu menghadapi tantangan dunia yang dinamis.

3. Keterampilan Abad 21
Generasi strawberry harus dibekali dengan 4C skills: Critical Thinking, Creativity, Collaboration, dan Communication. Mereka perlu diajarkan tidak hanya ‘apa’ yang harus dipelajari, tetapi juga ‘bagaimana’ berpikir, berinovasi, dan bekerja sama.

4. Pemanfaatan Teknologi Secara Bijak
Mereka tumbuh dalam era digital, namun itu bukan berarti semua dari mereka otomatis menjadi pengguna teknologi yang bijak. Pendidikan harus berperan dalam membangun literasi digital, etika bermedia sosial, dan kesadaran keamanan data.

Tantangan-tantangan ini tentu tidak bisa diabaikan, tetapi bukan berarti mereka tidak bisa diatasi. Pendidikan yang tepat dapat menjawab tantangan ini dengan membekali generasi muda dengan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi lebih kuat, lebih tangguh, dan lebih siap menghadapi dunia yang penuh tantangan.

Peran Guru dan Orang Tua dalam Pendidikan Strawberry Generation

Menghadapi generasi muda yang penuh potensi namun juga penuh tantangan ini, guru dan orang tua memegang peran yang sangat penting. Guru harus lebih dari sekadar pengajar. Mereka harus menjadi pembimbing, mentor, dan pelatih yang membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang diperlukan untuk bertahan di dunia yang penuh dengan tekanan.

Guru juga harus menjadi teladan bagi siswa, mengajarkan nilai-nilai yang baik melalui tindakan sehari-hari. Selain itu, mereka harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan metode pembelajaran yang lebih kreatif dan berbasis teknologi, agar siswa tidak hanya belajar secara pasif, tetapi juga aktif berpartisipasi dalam proses belajar.

Orang tua, di sisi lain, harus berperan sebagai pendukung utama dalam pembentukan karakter anak-anak mereka. Mereka harus memberikan dukungan emosional dan mental yang kuat, serta mengajarkan nilai-nilai hidup yang penting. Kolaborasi antara guru, orang tua, dan masyarakat adalah kunci untuk menciptakan generasi yang kuat, tangguh, dan berkarakter.

Harapan untuk Pendidikan Indonesia

Di Hari Pendidikan Nasional ini, kita membangun harapan Bersama dengan:

1. Pendidikan yang lebih adaptif dan personal, Setiap siswa unik. Kurikulum dan metode pembelajaran harus cukup fleksibel untuk mengakomodasi perbedaan gaya belajar dan minat siswa.

2. Penguatan pendidikan karakter berbasis nilai universal dan nilai local, Menguatkan akar budaya bangsa sambil terbuka terhadap globalisasi.

3. Kolaborasi semua pihak, Pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah. Orang tua, komunitas, pemerintah, dan dunia usaha harus bergandengan tangan untuk mendidik generasi muda.

4. Pemberdayaan siswa sebagai agen perubahan, Jangan sekadar mendidik untuk mencari kerja, tapi ajarkan mereka untuk menciptakan lapangan kerja, berinovasi, dan memberi kontribusi nyata bagi masyarakat.

Penutup

Strawberry Generation bukanlah generasi yang gagal — mereka adalah generasi penuh warna, penuh ide, dan penuh semangat. Di tangan kita, melalui pendidikan yang tepat, mereka bisa tumbuh menjadi generasi yang kuat sekaligus sensitif, cerdas sekaligus bijak, kreatif sekaligus berkarakter.

Selamat Hari Pendidikan Nasional 2025. Mari kita wujudkan cita cita Ki Hajar Dewantara : “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.”
(Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan.)

Masa depan Indonesia ada di tangan mereka — dan masa depan mereka ada di tangan pendidikan kita hari ini.

Penulis: Dr. Wahdatun Nisa, M.A.

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
LANGUAGE»